Ya, bagi anda pecinta film Hollywood bersiap siaplah untuk kecewa, sebab mulai 17 Februari kemarin setelah pemutaran film "Black Swan", Hollywood tidak lagi mengirimkan produksi filmnya ke Indonesia. Keputusan ini diambil setelah pemerintah Indonesia mulai membebankan bea masuk atas hak distribusi film impor sebesar 23,75 persen atas nilai barang.
Sejak Januari 2011 ini ada aturan dan penafsiran baru dari Direktorat Jenderal Bea Cukai atas UU atau peraturan tentang pajak bea masuk yang lama, yang diberlakukan per Januari 2011, yaitu 'bea masuk atas hak distribusi' yang dianggap tidak lazim dan belum pernah ada di negara mana pun dalam bisnis perfilman. Sebab, yang disebut bea masuk itu hanya berlaku untuk barang masuk.
Hal inilah yang membuat pengeluaran MPA (Motion Pictures Association) tidak sebanding dengan penerimaannya, sehingga pihak MPA mau tidak mau harus menghentikan perederan film Hollywood di Indonesia.
Beragam pendapat muncul dalam menanggapi masalah ini. Bagi para pecinta film Hollywood, tentu sangat menyayangkan hal ini. Mereka berharap film Hollywood bisa kembali hadir lagi di bioskop bioskop Indonesia. Salah satunya Adi Nugroho, presenter yang melejit lewat acara AFI Indosiar ini menilai film-film Hollywood selama ini menjadi acuan dan pembelajaran bagi kreator film di Tanah Air. Karena bagaimanapun film Hollywood menjadi patokan bagi sineas di seluruh dunia.
"Aku tidak setuju, film luar itu dipelajari untuk kemajuan perfilman kita, bakal tertutup kemajuan teknologi. Jadi kita nggak tahu di sana seperti apa," ungkap Adi Nugroho saat dijumpai di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Jumat (18/2).
Namun pendapat yang berbeda di sampaikan oleh insan perfilman yang tentunya idealis bukan market targeted. Mereka menganggap ini bisa di jadikan momentum dan pemicu untuk para insan perfilman Indonesia untuk membuat sebuah tontonan yang bermutu.
"Yang saya harapkan dari kondisi ini adalah membuat pengusaha bioskop, produser, filmmaker bersinergi untuk membuat film nasional jadi lebih baik," tulis Hanung, Sutradara Ayat-Ayat Cinta (AAC) dan Sang Pencerah lewat akun Twitter-nya.
Apakah Perfilman Indonesia akan Lebih Baik ?
Menarik jika melihat tweet dari beberapa orang menanggapi masalah film Hollywood ini
- "Klo film hollywood ga msk sini lg, masa gw mst ntn 'Arwah Goyang Karawang'" tulis pemilik akun @anisha_dasuki.
- "Ya, masa iya tontonan gue dari Harry Potter berubah jadi Arwah Goyang Karawang". tulis @Delanona.
- akun @rikaparaminda: "Starting life without hollywood movie, well I'll be far more "hemat" mark my word, coz film from my country never attract me, so "sinetron"
Jika di lihat, masyarakat Indonesia sepertinya paham akan kualitas perfilman Indonesia sekarang ini yang sebagian besar bukan berupa "makanan bergizi" tapi berupa jajanan. Lebih parahnya lagi, sudah jajanan tidak bergizi pula (Baca: Tips Mengawasi Jajanan Anak)
Namun hal ini tidaklah cukup untuk memperbaiki perfilman Indonesia, secara "pemegang saham" perfilman Indonesia sangat kuat dan sayangnya mereka hanya market oriented yang sedikit rasa bertanggung jawabnya atas film yang mereka keluarkan.
Oleh karena itu seperti apa yang di katakan Hanung, jika ingin perfilman Indonesia bisa maju (bukan dalam jumlah, tapi kualitas) butuh kerjasama yang solid dan pemahaman yang sama antara pengusaha bioskop, produser, filmmaker. Dan untuk BRO dan SIST, terus kritik film film, sinetron atau apa saja yang di tayangkan di Televisi, sebab mereka (pengusaha bioskop, produser, filmmaker) sebenarnya "patuh" terhadap anda.