
The Raid Film Indonesia Go Internasional !
Indonesia  kini mulai bangkit dalam hal dunia entertainment khususnya bidang  perfilman. Salah satu produksi film hasil karya anak bangsa kini telah  mendunia alias Go Internasional. Film Indonesia tersebut berjudul The  Raid.
Pada Festival Film Internasional di Toronto, The Raid  terpilih sebagai salah satu film yang akan diputar. Pemberitaan mengenai  terpilihnya film ini pun ga kalah ramai dengan pemberitaan mengenai  pencarian alamat twitter Kim Soo Hyun yang kini sedang tenar di  Indonesia.
Dibalik maraknya film horor Indonesia yang dikemas  dengan mendatangkan artis dewasa, ternyata masih ada pihak yang berusaha  untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu menciptakan  karya yang berkualitas. Benar-benar patut diberikan acungan jempol  sebanyak mungkin bagi mereka yang melakukan hal tersebut.
Sesuai  dengan judulnya yaitu The Raid yang berarti Serbuan Maut, Film Indonesia  yang satu ini mengusung genre action. Sudah pasti aksi-aksi menarik  akan diperagakan pada film tersebut. Dan menurut beberapa sumber media  online yang ada, kisah cerita yang diusung tidak jauh berbeda dengan  film Indonesia beberapa waktu yang lalu yaitu merantau. Maju terus dunia  perfilman bangsa dengan menghasilkan karya-karya yang berkualitas.
 
 Dua kata untuk The Raid: Redemption – LUAR BIASA!
   
 Film ini berkisah tentang "perang" antara sekelompok polisi khusus dan  gembong narkoba Tama (Ray Sahetapy) yang bermarkas di sebuah apartemen  kumuh "ajaib". Sebelumnya, berkali-kali tim kepolisian berusaha  menggrebek Tama dan gang-nya. Namun tidak pernah berhasil. Meski  demikian ini tidak memupuskan niat tim SWAT pimpinan Jaka (Joe Taslim)  untuk memusnahkan bisnis maksiat ini selamanya. 
   
 Mereka harus naik ke lantai teratas untuk menyergap Tama – dan ini bukan  hal yang mudah karena setiap lantai dijaga anak-anak buah Tama yang  semuanya memiliki kemampuan membunuh yang patut kita takuti! Terutama si  "Anjing Gila" Mad Dog (Yayan Ruhian).
   
 Dari awal hingga akhir film, Anda akan menganga berdecak kagum dalam  pikiran Anda. Di awal film, Anda akan menyaksikan Tama menembak dan  membacok semua musuh-musuh yang berada di cengkeramannya. Dari sini,  action tiada henti hingga akhir film. Meski demikian, ada adegan-adegan  dimana Anda bisa sedikit tarik nafas dan di saat-saat inilah biasanya  dialog-dialog humor namun miris a la Tarantino muncul. Humor seperti  inilah yang biasanya membuat penonton bingung harus bereaksi bagaimana. 
   
 "Ini adegan sadis tapi mengapa bawaannya ingin tertawa ya?" – begitulah  kira-kira. Kebanyakan dialog-dialog ironis dan lucu ini muncul dari Tama  yang diperankan Sahetapy. Di sini Sahetapy memerankan gembong teroris  flamboyant. Pembawaannya super tenang. Dengan tenang ia memerintah  preman-premannya menghabisi tim SWAT. 
   
 Dengan tenang ia menembuskan peluru panas ke kepala musuh-musuhnya.  Namun ketenangan karakter Sahetapy ini menciptakan bos yang mengerikan!  "Seorang pemimpin sejati tidak perlu berteriak-teriak," kata Sahetapy  saat berbincang di 8-11 Show Metro TV. Sahetapy turut membantu  menciptakan Tama bersama sutradara asal Wales Gareth Evans dan tim The  Raid: Redemption:
   
 Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu turut hadir  dalam premiere The Raid: Redemption. "Saya bangga dengan film ini. Salah  satunya karena film ini telah memperkenalkan Pencak Silat ke dunia. Ini  mengingatkan saya pada film Bruce Lee 'Enter the Dragon' yang  memperkenalkan Kung Fu pada dunia Internasional," tukas Mari Elka  Pangestu dengan senyuman. Saya yakin koreografi Pencak Silat Iko Uwais  dan Yayan Ruhian mampu memukau para penonton The Raid: Redemption di  seluruh dunia. 
   
 Setiap pukulan, setiap tendangan mereka hadirkan bagaikan tarian. "Semua  gerakan itu adalah gerakan dasar Pencak Silat. Memang seperti itu,"  kata Yayan. Sony Pictures telah membeli hak distribusi The Raid:  Redemption. Mereka rencana nya akan me-remake The Raid: Redemption versi  Amerika. Iko dan Yayan akan menjadi koreografi aksi adu jotos mereka.  Salut!
   
 Iko Uwais adalah pilihan tepat untuk peran pahlawan The Raid:  Redemption, Rama. Iko memiliki wajah yang ramah. Ketika keramahan ini  digabungkan dengan kekuatan dan ketangkasan. Hasilnya? Karakter yang  sangat-sangat karismatik! Saya yakin ini yang menjadi salah satu daya  tarik The Raid: Redemption di mata penonton kaum hawa.
   
 Adegan tengkar Mad Dog dan Jaka (Joe Taslim) adalah salah satu adegan  yang paling berkesan dari The Raid: Redemption. Ketika mereka hampir  saling bunuh dengan senjata api, Mad Dog memutuskan untuk membuang  pistolnya dan menghabisi Jaka dengan tangan kosong. "Lebih puas,"  katanya. Tendangan Yayan begitu cepat melesat ke wajah Jaka –  mengingatkan kita pada ketangkasan Bruce Lee. Sementara atlit Judo Joe  Taslim mungkin wajah baru dalam perfilman Indonesia, namun performanya  sebagai pemimpin tim SWAT meyakinkan. Darimana ia dapatkan aura  otoritatifnya? "Saya dan beberapa tim inti latihan bersama Kopaska."
   
 The Raid: Redemption telah memenangkan penghargaan dan masuk dalam  sejumlah festival film di Canada, Irlandia dan Amerika Serikat. Para  kritikus film dari Variety, Hollywood Reporter, Time Out New York, The  A.V Club, dan USA Today adalah media yang memberi nilai "A" untuk film  yang 98% "Made in Indonesia" ini. Beberapa di antara mereka mengatakan  ini merupakan film action yang patut ditonton tahun ini, mengalahkan  film-film action yang pernah dibintangi bintang action seperti Jason  Statham!
   
 Meski kebanyakan kritikus film menyukai, satu-dua keberatan dengan  adegan kekerasan The Raid: Redemption. Kritikus film dari Chicago Sun  Times Roger Ebert mengatakan: "Film ini tentang kekerasan. Semuanya  fokus pada kekerasan. Apakah itu menghantamkan kepala ke dinding hingga  hancur tercerai berai dan lain sebagainya." Saya mengagumi Ebert dan  biasanya sependapat dengan analisanya. Namun kali ini saya berpandangan  berbeda. The Raid: Redemption memang penuh kekerasan. 
   
 Hampir tidak ada adegan action tanpa darah muncrat dimana-mana. Namun  para pemeran utama, terutama para protagonis, mereka menderita; tidak  menikmati menggebuki dan menghabisi musuh-musuhnya. Karena dalam The  Raid: Redemption, seluruh karakter dihadapkan dengan situasi "membunuh  atau dibunuh". Berbeda dengan film seperti "Machete" arahan Ethan  Maniquis misalnya yang tampaknya meng-"glamor"-kan kekerasan.
   
 Film ini tidak memiliki banyak dialog. Mungkin dialog hanya 20% namun  setiap kalimat efisien dan efektif menyampaikan pesan. "Film ini Evans  tulis dalam bahasa Inggris. Saya bertugas menterjemahkan. Awalnya sulit  karena banyak bahasa gaul dalam bahasa Inggris," terang Ario Sagantoro,  produser seluruh film Evans.
   
 Well, angkat topi untuk Sagantoro yang mampu menghadirkan dialog dalam  bahasa Indonesia yang benar namun masih memiliki esensi humor kering  Barat tulisan Evans! Biasanya terjemahan (subtitle) terlalu literal dan  tidak menyampaikan arti yang tepat. Namun subtitle The Raid: Redemption  malah memberi nuansa pada arti kalimat yang diucap seluruh karakter.
   
 "Ibu saya menonton film ini dengan mata tertutup," kata Evans saat  diwawancarai majalah film Empire UK. Menparekraf Mari Elka Pangestu pun  mengatakan demikian. Memang film ini penuh kekerasan, namun ini adalah  salah satu film yang wajib kita tonton dalam sejarah perfilman  Indonesia.
   
 Secara singkat, film ini memiliki jalan cerita yang jelas, action yang  mengagumkan, akting yang baik, penyuntingan yang efisien dan karakter  luar biasa.
   
 Evans, Sahetapy, Uwais, Yayan, Alamsyah dan Taslim – good job! Sukses tim The Raid: Redemption!