Mengerikan Penembakan di Colorado



PRESIDEN Amerika Serikat Barack Obama sangat terpukul dengan peristiwa yang mengenaskan yang terjadi hari Jumat malam di Colorado, Denver. Penembakan membabi-buta yang terjadi pada saat penayangan perdana serial film Batman "The Dark Knight Rises" benar-benar sebuah tragedi besar.

Bayangkan ada 12 orang yang tewas di tempat dan puluhan lain mengalami luka-luka akibat berondongan senjata yang dilakukan James Holmes. Para penonton yang datang untuk menikmati film tidak menyangka bila ada seorang penonton yang bergaya seperti musuh Batman, "The Joker" dan benar-benar mengikuti kejahatannya.

Tiga warga Indonesia yang tinggal di Colorado ikut menjadi korban. Keluarga Situmeang kebetulan berada di antara penonton yang menyaksikan penayangan perdana serial film Batman tersebut.

Presiden Obama langsung menyatakan peristiwa yang mengenaskan itu sebagai hari berkabung nasional. Ia memerintahkan gedung-gedung pemerintahan untuk menaikkan bendera setengah tiang guna menghormati para korban.

Ada dua pelajaran yang setidaknya bisa kita petik dari pengalaman pahit itu. Pertama, betapa tidak semua pesan dari film itu diterima dengan benar oleh penonton. Semua film laga sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa kejahatan yang sehebat apa pun pasti akan bisa dikalahkan oleh kebenaran.

Namun dari kejadian di Colorado itu kita melihat bahwa orang seperti Holmes ternyata tidak mencontoh sikap ksatria dari Batman. Ia justru mengikuti jejak Joker untuk menjadi orang jahat yang mencelakakan orang lain.

Tingkah laku Holmes benar-benar tidak ubahnya seperti Joker. Bahkan di dalam penjara pun ia bersikap aneh dengan selalu meludahi siapa pun. Sikap gilanya itu memancing kekesalan dari banyak orang.

Pelajaran kedua, betapa senjata api pada akhirnya lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat. Bahkan rakyat Amerika sekali pun mempertanyakan hak seseorang untuk memiliki senjata demi menjaga keselamatan dirinya.

Holmes memiliki senjata yang sah. Ia membeli senjata lengkap dengan surat-surat yang sah dan diizinkan oleh negara. Tetapi senjata itu bukan dipakai untuk menjaga dirinya dari ancaman, tetapi justru untuk membahayakan orang lain.

Belum lama ini kita pun dihadapkan kepada perdebatan boleh tidaknya warga sipil memiliki senjata api. Perundang-undangan yang kita miliki mengizinkan pihak-pihak tertentu untuk memiliki senjata api dan menggunakannya.

Kita cenderung berpendapat bahwa kebijakan tersebut terlalu berlebihan. Sebaiknya kita menghapus peraturan tersebut dan melarang siapa pun warga sipil untuk bisa memiliki dan menggunakan senjata api.

Kita sudah melihat ekses dari kepemilikan senjata api oleh sipil. Berbagai aksi kejahatan yang terjadi selalu menggunakan senjata api. Sudah banyak korban yang berjatuhan akibat penggunaan senjata api yang tidak benar.

Lebih baik kita memperkuat polisi untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Tugas polisilah untuk menciptakan suasana aman dan tenteram di tengah masyarakat. Peran serta masyarakat cukup dengan melaporkan hal-hal yang dirasakan mengganggu ketertiban umum dan selanjutnya biarkanlah polisi yang menyelesaikannya.

Kita selalu menyesal ketika peristiwa mengenaskan sudah terjadi. Namun kita cenderung lupa setelah peristiwa itu berlalu. Bahkan kita tidak pernah mau serius untuk mengkaji kepemilikan senjata api oleh warga sipil.

Kasus penembakan brutal di Colorado kita harapkan bisa membukakan mata kita semua. Bahwa siapa pun bisa menjadi jahat ketika sudah memegang senjata api. Pendidikan tinggi tidak memberi jaminan apa pun ketika secara mental orang tidak siap memiliki senjata api.

Polisi Palsu Tuduh Bawa Narkoba Lalu Merampok


Komplotan perampok yang mengaku anggota Polri beraksi di Jakarta, Minggu (1/7). Pelaku membuntuti dan memaksa mobil berhenti dengan menuduh korban membawa narkoba, lalu menyekap, menganiaya, dan merampok.

AIP (25) dan IF (25) yang naik mobil Honda Jazz pada Minggu pukul 03.30 menjadi korbannya. Mereka dipepet Toyota Avanza B 99 PW di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan.

Begitu dipepet, IF terpaksa menghentikan mobilnya. Dari mobil Avanza keluar tujuh lelaki. Sebagian memaksa kedua korban masuk ke mobil pelaku. Sebagian lagi membawa mobil korban.

Di dalam mobil, korban dituduh membawa narkoba oleh pelaku yang mengaku anggota Polri. Pelaku bahkan menunjukkan kartu tanda anggota Polri.

Meski tak terbukti membawa narkoba, korban malah diborgol, diplakban, dianiaya, dan dibawa ke Bypass Inn di Jakarta Timur. Di motel itu, korban dipaksa menyerahkan Rp 30 juta jika ingin selamat.

Namun, korban tak membawa uang sebanyak itu. Seorang pelaku lalu memaksa dan membawa AIP menarik uang dari ATM Mal Arion, Rawamangun, Jakarta Timur.

"(Petugas) satpam Arion yang mencurigai gelagat korban mengejar, menangkap, dan menyerahkan pelakunya kepada kami," kata Kepala Kepolisian Sektor Pulogadung Komisaris Rokhmad Hari Purnomo, Senin.

Kepala Seksi Humas Polsek Pulogadung Ajun Inspektur Satu Abdul Chafid menambahkan, pelaku yang ditangkap petugas satpam itu adalah lelaki berinisial AP (25) dari Solo, Jawa Tengah.

Dari pengakuan AIP dan AP diketahui keberadaan IF yang masih disekap. "Kami segera mendatangi lokasi dan mendapati korban masih berada di motel, tetapi enam pelaku sudah kabur," kata Abdul.

Penyidik sudah mendapatkan identitas dan ciri fisik keenam pelaku yang kabur itu. Dari hasil analisis, pelaku dipastikan bukan anggota Polri.

"Kartu tanda anggota yang diperlihatkan kepada korban tidak sama dengan milik kami," katanya.

Akibat kejahatan itu, korban menderita kerugian material sedikitnya Rp 11 juta. Korban kehilangan komputer jinjing, proyektor, pengeras suara, telepon seluler (ponsel), STNK, dan dompet berisi uang Rp 463.000.

Mobil korban tidak dilarikan, tetapi masih ditinggal di motel. Pelaku hanya mengambil kunci. "Pelaku diduga kabur naik angkutan," lanjut Abdul.

Modus serupa

Kejahatan bermodus sama juga dialami LHO (45) dari Korea Selatan di Jalan Epicentrum Utama Raya, Jakarta Selatan, Sabtu (30/6) pukul 04.00.

Saat mengendarai Avanza sepulang dari diskotek bersama seorang perempuan, mobil korban dipepet dan dihentikan dua Avanza berisi sembilan lelaki.

Korban dan teman perempuan nya dipaksa masuk ke mobil pelaku dan dibawa berputar-putar. Di dalam mobil, pelaku mengaku sebagai anggota Polri dan menuduh korban membawa narkoba. Korban juga dipaksa mengaku sebagai bandar narkoba.

Korban menolak tuduhan itu. Akibatnya, korban dipukuli dan diborgol. Korban dipaksa menyerahkan uang dengan mengirim melalui ponsel. Ponsel dan dompet berisi uang milik korban juga dirampas.

Setelah mendapatkan transfer Rp 16 juta dan barang korban, pelaku membuang korban dan teman perempuannya di Jakarta Barat. Keduanya kemudian melaporkan kasus itu ke Polres Jakarta Selatan.

Tidak tertutup kemungkinan kedua kasus ini memiliki keterkaitan. Untuk itu, Polri di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan bekerja sama guna mengungkap kasus ini. Warga pun diimbau lebih waspada ketika berkendara pada larut malam atau dini hari.

http://regional.kompas.com/read/2012/07/03/04435015/Polisi.Palsu.Tuduh.Bawa.Narkoba.Lalu.Merampok
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Uang Masuk ke Rekening Tiap Menit