Tak kurang Ketua MUI Bapak Amidhan mengkritik : Outrage, ridicule leveled at west Aceh politician after rape comment. terhadap pernyataan Bupati Aceh Barat tentang cara berpakaian perempuan. Ulama dan politisi Aceh mestinya mengutamakan penerapan Hukum Syariat Islam yang berdampak langsung pada kesejahteraan sosial dan ekonomi karena itulah yang ditunggu oleh rakyat Aceh. Penerapan Hukum Syariah Islam di Aceh perlu pemikiran yang cerdas dari para tokoh ulama agar tidak merendahkan nilai-nilai Islam dan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Bupati Aceh Barat, Ramli Mansur,baru-baru ini membuat pernyataan bahwa perempuan di Aceh Barat yang tidak berpakaian sesuai Syariah Islam layak diperkosa ( The Jakarta Globe: They are asking to get raped ). Mengapa begitu jauh cara masyarakat akan menghukum perempuan yang tak berpakaian sesuai Syariah. Begitu buruknya kah citra perempuan yang berpakian tak sesuai Syariah? Berpakaian adalah hal yang berkaitan dengan moral. Moral yang buruk harus dibina oleh sistem pendidikan yang cerdas bukan dihukum.
Pernyataan layak atau minta diperkosa sudah berada diluar hukum atau akal sehat. Pernyataan itu kasar, tak beradab, dan menakutkan buat masyarakat terutama perempuan. Bisa dibayangkan berapa banyak akan ada lelaki gila tanpa rasa bersalah yang akan siap memperkosa perempuan yang didapatinya berpakaian tidak sesuai Syariah. Jangankan petugas polisi atau satpol PP yang akan menertibkan, akan banyak sukarelawan gerombolan lelaki yang siap memperkosa perempuan atas dasar menegakkan hukum Syariah. Itu logika yang bisa berkembang di masyarakat Aceh. Alangkah menghinanya pernyataan dan konsekuensi dari pernyataan Bupati itu terhadap citra Islam.
Alasan dari itu adalah karena lelaki bisa terangsang melihat dada dan pantat perempuan. Untuk itu harus diberlakukan hukum itu. Bisa saja perempuan yang berpakaian tak sesuai Syariah menimbulkan nafsu birahi lelaki tetapi bukan berarti para perempuan itu minta diperkosa atau bisa diperkosa. Mengapa perempuan yang harus dihukum dan bukannya lelaki yang harus dipaksa atau dihukum untuk mengendalikan nafsu birahinya? Mengapa perempuan bisa jadi penjahat dan dihukum karena cara diaberpakaian? Melihat contoh perkembangan sosial di Aceh seperti itu kita patut prihatin dan khawatir akan kemanusiaan di Aceh. Bukan Hukum Syariahnya yang salah tetapi kemampuan manusianya yang terlalu naif dalam menjadikannya suatu peraturan atau hukum positif.
Hukum atau peraturan dibuat untuk melindungi hak azasi manusia agar hak seseorang tak bertabrakan dengan hak orang lain. Hukum untuk manusia dan bukannya manusia untuk hukum.Hukum dibuat dan ditegakkan untuk memberikan rasa adil dan aman bagi masyarakat. Aceh yang menerapkan hukum Syariah Islam mulai membuat peraturan-peraturan daerah untuk mengatur masyarakat berdasarkan hukum Syariah Islam.
Aceh sebagai bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memang mendapat otonomi khusus untuk menerapkan hukum sesuai Syariah Islam, namun kita sebagai saudara sesama bangsa Indonesia mengharapkan warga Aceh bisa bersama-sama merdeka secara individual seperti anak bangsa lain di Indonesia. Hendaknya prinsip persaudaraan, persamaan dan kebebasan yang menjadi kebutuhan dasar manusia, juga mewarnai pembentukan dan penerapan Hukum Syariah di Aceh. Demikian juga prinsip dan tradisi konsultasi atau musyawarah atau mendengarkan pendapat kalangan mayoritas dan minoritas menjadi gaya pengambilan keputusan-keputusan politik.
Prinsip persaudaraan sesama manusia akan membentuk persatuan yang kokoh dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan diantara warga. Sehingga para penguasa politik memperlakukan semua warga perempuan dan lelaki sebagai saudara.
Prinsip persamaan antarmanusia akan melahirkan musyawarah dan keadilan. Perempuan dan lelaki sama-sama dipahami dan dilindungi haknya untuk berperan dan beraktifitas. Para penguasa bermusyawarah dengan para ahli, agama dan kemanusiaan, dan wakil masyarakat.
Prinsip kebebasan manusia diterapkan dalam memberikan kebebasan berpikir agar potensi kreatif masyarakat untuk menjadi lebih sejahtera dan adil bisa muncul menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan.Termasuk kekayaan nilai-nilai Islam yang majemuk buah kebebasan berpikir pun perlu dijunjung tinggi.
Apa yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat, kelihatannya mengkhawatirkan buat kemajuan dan kesejahteraan rakyat Aceh Barat terutama kaum perempuan. Ucapan Bupati Aceh Barat itu bisa mengurangi potensi partisipasi masyarakat terutama perempuan Aceh dalam mengisi kemerdekaan memajukan kesejahteraan Aceh yang tertinggal. Harapan kita semua Hukum Syariah Islam bisa segera membawa kesejahteraan sosial bagi rakyat Aceh, karena itulah dambaan rakyat Aceh yang telah 30 tahun lebih berjuang.
Bupati Aceh Barat, Ramli Mansur,baru-baru ini membuat pernyataan bahwa perempuan di Aceh Barat yang tidak berpakaian sesuai Syariah Islam layak diperkosa ( The Jakarta Globe: They are asking to get raped ). Mengapa begitu jauh cara masyarakat akan menghukum perempuan yang tak berpakaian sesuai Syariah. Begitu buruknya kah citra perempuan yang berpakian tak sesuai Syariah? Berpakaian adalah hal yang berkaitan dengan moral. Moral yang buruk harus dibina oleh sistem pendidikan yang cerdas bukan dihukum.
Pernyataan layak atau minta diperkosa sudah berada diluar hukum atau akal sehat. Pernyataan itu kasar, tak beradab, dan menakutkan buat masyarakat terutama perempuan. Bisa dibayangkan berapa banyak akan ada lelaki gila tanpa rasa bersalah yang akan siap memperkosa perempuan yang didapatinya berpakaian tidak sesuai Syariah. Jangankan petugas polisi atau satpol PP yang akan menertibkan, akan banyak sukarelawan gerombolan lelaki yang siap memperkosa perempuan atas dasar menegakkan hukum Syariah. Itu logika yang bisa berkembang di masyarakat Aceh. Alangkah menghinanya pernyataan dan konsekuensi dari pernyataan Bupati itu terhadap citra Islam.
Alasan dari itu adalah karena lelaki bisa terangsang melihat dada dan pantat perempuan. Untuk itu harus diberlakukan hukum itu. Bisa saja perempuan yang berpakaian tak sesuai Syariah menimbulkan nafsu birahi lelaki tetapi bukan berarti para perempuan itu minta diperkosa atau bisa diperkosa. Mengapa perempuan yang harus dihukum dan bukannya lelaki yang harus dipaksa atau dihukum untuk mengendalikan nafsu birahinya? Mengapa perempuan bisa jadi penjahat dan dihukum karena cara diaberpakaian? Melihat contoh perkembangan sosial di Aceh seperti itu kita patut prihatin dan khawatir akan kemanusiaan di Aceh. Bukan Hukum Syariahnya yang salah tetapi kemampuan manusianya yang terlalu naif dalam menjadikannya suatu peraturan atau hukum positif.
Hukum atau peraturan dibuat untuk melindungi hak azasi manusia agar hak seseorang tak bertabrakan dengan hak orang lain. Hukum untuk manusia dan bukannya manusia untuk hukum.Hukum dibuat dan ditegakkan untuk memberikan rasa adil dan aman bagi masyarakat. Aceh yang menerapkan hukum Syariah Islam mulai membuat peraturan-peraturan daerah untuk mengatur masyarakat berdasarkan hukum Syariah Islam.
Aceh sebagai bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memang mendapat otonomi khusus untuk menerapkan hukum sesuai Syariah Islam, namun kita sebagai saudara sesama bangsa Indonesia mengharapkan warga Aceh bisa bersama-sama merdeka secara individual seperti anak bangsa lain di Indonesia. Hendaknya prinsip persaudaraan, persamaan dan kebebasan yang menjadi kebutuhan dasar manusia, juga mewarnai pembentukan dan penerapan Hukum Syariah di Aceh. Demikian juga prinsip dan tradisi konsultasi atau musyawarah atau mendengarkan pendapat kalangan mayoritas dan minoritas menjadi gaya pengambilan keputusan-keputusan politik.
Prinsip persaudaraan sesama manusia akan membentuk persatuan yang kokoh dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan diantara warga. Sehingga para penguasa politik memperlakukan semua warga perempuan dan lelaki sebagai saudara.
Prinsip persamaan antarmanusia akan melahirkan musyawarah dan keadilan. Perempuan dan lelaki sama-sama dipahami dan dilindungi haknya untuk berperan dan beraktifitas. Para penguasa bermusyawarah dengan para ahli, agama dan kemanusiaan, dan wakil masyarakat.
Prinsip kebebasan manusia diterapkan dalam memberikan kebebasan berpikir agar potensi kreatif masyarakat untuk menjadi lebih sejahtera dan adil bisa muncul menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan.Termasuk kekayaan nilai-nilai Islam yang majemuk buah kebebasan berpikir pun perlu dijunjung tinggi.
Apa yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat, kelihatannya mengkhawatirkan buat kemajuan dan kesejahteraan rakyat Aceh Barat terutama kaum perempuan. Ucapan Bupati Aceh Barat itu bisa mengurangi potensi partisipasi masyarakat terutama perempuan Aceh dalam mengisi kemerdekaan memajukan kesejahteraan Aceh yang tertinggal. Harapan kita semua Hukum Syariah Islam bisa segera membawa kesejahteraan sosial bagi rakyat Aceh, karena itulah dambaan rakyat Aceh yang telah 30 tahun lebih berjuang.