KORBAN INVESTASI EMAS ECMC BERJATUHAN .INVESTOR DI KEDIRI RUGI Rp. 95 M
Korban investasi emas yang diselenggarakan East Cape Mining Corporation (ECMC) ternyata juga banyak berasal dari Jawa Timur, khususnya warga eks Karesidenan Kediri. Puluhan investor mendatangi Polres Kediri Kota, Jumat (21/9), melaporkan ECMC yang tidak lagi memberikan deviden (pembagian keuntungan) kepada mereka.
Korban investasi emas ini didampingi Tjejep M. Yasien dari Komunitas Peduli Kediri. Rata-rata satu pelapor mengaku dirugikan lebih dari satu lot (Rp. 10 juta) dengan nilai kerugian mencapai puluhan sampai ratusan juta rupiah.
“Dari pengakuan sales dan pengelola ECMC, di kediri pesertanya mencapai 1.000 lebih dengan total nilai investasi hampir Rp. 96 miliar,” ungkap Tjejep M. Yasin kepada surya di sela melapor ke Polres Kediri Kota.
Kasus investasi emas ini mulai bermasalah di Kediri, karena sejak Agustus 2012 pesertanya tidak lagi mendapatkan deviden. Ketika masalah itu ditanyakan kepada pengelolanya mendapat jawaban bahwa dananya sudah habis.
Sontak penjelasan tersebut membuat ribuan pesertanya kalang kabut . Namun dari ribuan peserta, baru puluhan peserta yang melaporkan kasus investasi emas tersebut kepada polisi.
Sebagian korban lainnya masih enggan melapor, selain malu karena telah tertipu ratusan juta, juga masih berharap mendapatkan pembagian deviden.
Dari penelusuran surya, PT. East Cape Mining Corporation (ECMC) Indonesia sudah masuk radar Satgas Waspada Investasi sebagai perusahaan investasi bermasalah sejak tahun lalu.
Sekedar catatan, anggota Satgas Waspada Investasi merupakan perwakilan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Bareskrim Polri, PPATK, Kejaksaan Agung, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Negara Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Seperti dilaporkan Kontan (grup surya) 23 Agustus 2012 lalu, Satgas Waspada telah memanggil manajemen ECMC tersebut pada 15 Agustus 2012 untuk menjelaskan skema bisnis mereka. Namun, tanpa memberikan alasan jelas, manajemen ECMC tidak memenuhi panggilan tersebut.
Sardjito, Kepala Satgas Waspada Investasi yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Bapepam LK, menjelaskan, ECMC Indonesia, sebenarnya sudah masuk dalam pantauan Satgas, sejak tahun lalu. Adalah pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan yang memicu perhatian Satgas ke perusahaan itu.
Sejumlah website
Dari hasil penelusuran, perusahaan ini memiliki sejumlah website, di antaranya www.eastcapemc.com, ecmc-indo.com dan www.ecmc-indonesia.com.
Dalam situs www.ecmc-indo.com, terpampang surat keterangan domisili perusahaan PT. ECMC Indonesia yang bergerak di bidang perdagangan umum dan jasa. Atas nama Damayanti, perusahaan ini menyewa gedung perkantoran di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pada bagian paling bawah website ini, tertulis disclaimer bahwa website ini hanya mendukung downline mereka di East Cape Mining Corporation Ltd. Artinya, website ini tidak bertanggung jawab atas segala hal yang berhubungan dengan ECMC Ltd.
ECMC Ltd. mengklaim telah beroperasi sejak tahun 2005 dan memiliki kantor pusat di London, Inggris. Mereka juga mengklaim memiliki perusahaan tambang emas yang berlokasi di Afrika Selatan.
Dalam situsnya, ECMC menawarkan Convertible Preferred Stocks (CPS). Menurut ECMC, itu adalah instrumen investasi berbentuk saham preferen. Investor terlebih dahulu harus membeli CPS minimum sebanyak 600 saham dan maksimum 250.200 saham. Pemegang saham ini berhak mendapatkan dividen tetap tiap bulan.
CPS ini bisa ditukarkan dengan saham biasa ECMC, jika perusahaan memutuskan untuk go public. ECMC Ltd. mengaku akan melakukan initial public offering (IPO) pada 2014. Hingga berita ini ditulis, KONTAN belum berhasil menghubungi pihak ECMC Indonesia.
“Perusahaan ini juga ditengarai belum mendapatkan izin resmi dari lembaga berwenang,” ujar Sardjito. Dia berharap, pengelola perusahaan itu memenuhi panggilan Satgas dalam waktu dekat. Bagi masyarakat, diharapkan tetap waspada saat ditawarkan skema dengan iming-iming return tinggi.
Tjejep M. Yasin, pendamping investor ECMC di Kediri juga telah menelusuri dan mendapat informasi bahwa ECMC tidak tercatat sebagai investor di Bapepam. “Kami patut menduga perusahaan investasi emas ini merupakan perusahaan bodong,” tandasnya.
Menurut Tjejep, kepolisian harus segera bertindak menindaklanjuti laporannya karena ada tanda-tanda para pengelola ECMC di Kediri bakal lepas tanggung jawab. Apalagi sejumlah pengurusnya tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang jelas.
Diungkapkan Tjejep, modus penipuan ini dilakukan para pelaku secara rapi. Pelaku yang dikoordinir oleh Agung Cs mendatangkan tenaga ahli yang diakui dari jakarta untuk melakukan presentasi beberapa kali di sejumlah hotel berbintang dan restoran di Kediri.
Belakangan dari hasil penelusuran para korbannya, ternyata dua ahli yang didatangkan Agung cs bukan berasal dari Jakarta tapi warga Madiun. Kedua ahli itu bernama Selvy dan Benny yang didatangkan karena dibayar oleh para pelaku.
“Dalam presentasi dan testimoni yang dilakukan setiap hari Jumat dan Sabtu keduanya menyebutkan kisah kesuksesannya selama mengikuti ECMC. Dari presentasi itu membuat para peserta banyak yang tergiur,” tuturnya.
Termasuk pengakuan Melky dan Luter, dua tenaga sales ECMC setelah didesak para korbannya belakangan mengakui mobil yang ada dirumahnya merupakan mobil rental, bukan mobil pribadi.
“Kisah suksesnya fiktif belaka. Keduanya mendapatkan bagi hasil dua gram emas atau mendapat uang Rp. 800.000 setiap kali mendapatkan peserta baru,” tegas Tjejep.
Dividen macet
Menurut Jeane M Tanasale salah satu korban investasi emas ECMC, para sales dan pengelola ECMC di Kediri mulai mendatangi calon peserta pada November – Desember 2011. Mereka menawarkan investasi emas yang menggiurkan karena peserta akan mendapatkan dividen emas dua gram setiap lotnya.
Satu lot dinilai seharga Rp. 10 juta. Karena tergiur dengan iming-iming janji yang menggiurkan Jeane menginvestasikan ratusan juta uangnya ke ECMC. Anehnya, pembayaran itu tidak dilakukan melalui transfer ke rekening perusahaan tapi diminta pihak sales.
Kata Jeane, para korban investasi emas itu percaya karena diawal kepesertaan mendapatkan pembagian dividen seperti yang dijanjikan. Namun, belakangan sejak Agustus dan September 2012, pembayaran dividen mulai macet. “Biasanya dividen diberikan setiap tanggal 15, tapi sampai sekarang tak ada pembayaran lagi,” tuturnya.
Para sales ECMC banyak membidik kelompok kebaktian serta kalangan warga Tionghoa. Karena imin-iming yang menggiurkan banyak peserta yang berani utang di bank atau menjual aset miliknya untuk diinvestasikan di ECMC.
Korban investasi emas ECMC mendapatakan surat keterangan seperti sertifikat yang ditandatangani oleh Johnson Mann selaku corporate secretary dan John Sherwood selaku chief executive officer. Pada sertifikat itu tertulis peserta yang menanamkan investasinya.
Seperti Ny. Jeanie mengaku telah menginvestasikan uangnya senilai Rp 180 juta atau mengikuti 18 lot. Dari investasi itu setiap lotnya saat masih lancar mendapatkan pembagian dividen senilai Rp 860.000 tiap bulan.
Pengakuan senada dikemukakan Ny Chey Anwar yang membeli tujuh lot atau senilai Rp 70 juta sejak bulan Juni 2012. “Kami hanya mendapatkan dividen tiga kali, setelah itu terhenti. Deviden bulan ini juga tidak keluar,” tambahnya.
Sementara Agung selaku koordinator ECMC di Kediri belum berhasil dikonfirmasi Surya. Beberapa kali nomer ponselnya ketika dikontak hanya terdengar nada dering dari seorang motivator tanpa diangkat ponselnya.
Demikian pula dengan Melky Adriyanto, yang menjadi sales ECMC saat dikontak Surya nomer ponselnya tidak diangkat meski terdengar ada nada dering.
Kapolres Kediri Kota AKBP Ratno Kuncoro mengaku masih mempelajari kasus penipuan investasi emas ECMC.
Aparat Kepolisian perlu mendapatkan penjelasan komplit dari para korban terkait kasus yang menimpanya. “Kami perlu mendengar keterangan masyarakat yang diduga tertipu, ” jelas Ratno Kuncoro, Jumat(21/9) malam.