Program penyulingan air laut (riverse osmosis) yang dilakukan PT Pembangunan Jaya Ancol terus mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan.
Setelah Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo serta Ketua Komisi B DPRD DKI, Selamet Nurdin memberikan dukungan terhadap langkah tersebut, kali ini dukungan yang sama datang dari Direktur Administrasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) PT Pembangunan Jaya Ancol, Harianto Badjoeri.
Menurutnya, program penyulingan air laut merupakan langkah tepat yang dilakukan PT Pembangunan Jaya Ancol. Karena, program ini tentu akan berdampak positif bagi masyarakat Jakarta. Tidak hanya saat ini sebagai alternatif solusi keterbatasan pasokan air, tapi juga dalam jangka panjang sebagai langkah antisipasi krisis air yang mengancam kawasan Ibu Kota.
"Penyulingan air laut itu sebagai langkah kreatif menyikapi krisis air yang selama ini terjadi. Suplai air itu tugasnya operator. Kalau operator tidak mampu, ide-ide kreatif seperti itu kan harus dikembangkan. Kami justru ingin mengajak Aetra bisa menyuling air laut," ujar Harianto Badjoeri, Minggu (27/6/2010).
Karena, jika operator hanya mengandalkan cara-cara konvensinal dengan hanya menunggu pasokan air dari Waduk Jatiluhur, krisis air yang sudah menjadi langganan setiap tahun akan terus terjadi sepanjang masa. Mulai dari krisis jumlah pasokan hingga penurunan kualitas.
Sebab, diakui atau tidak, selain minimnya pasokan, masalah kualitas air juga menjadi persoalan serius. Air yang mengalir melewati saluran tarum barat (Kalimalang) banyak tercemar limbah yang membahayakan. Bahkan, hal itu juga rentan terhadap penyakit.
Belum lagi, nantinya akan dialirkan melalui pipa-pipa yang sudah berumur puluhan tahun, tiba di pelanggan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan baru saja diolah. Air bisa keruh, berwarna cokelat, hitam atau berbau.
"Masalah krisis air di Jakarta ini sudah sangat kompleks. Mulai hulu hingga hilir. Saya pikir, penyulingan air laut itu sebagai salah satu langkah solusi mengatasi krisis itu. Harusnya operator juga bisa berpikir ke arah sana, bukan justru keberatan dengan langkah kreatif. Itu berarti mereka tidak kreatif," kata Badjoeri.
Tingginya kebutuhan air di Jakarta yang tidak diimbangi dengan penambahan jaringan dan pasokan ditengarai bakal memicu defisit air dari tahun ke tahun. Saat ini saja, total kebutuhan air baku di DKI mencapai 17.700 liter per detik. Sebagian besar dipasok dari Waduk Jatiluhur. Hanya sebanyak 400 liter per detik sebagai tambahan dipasok dari Kali Krukut.
Jika Waduk Jatiluhur bermasalah seperti sepanjang awal tahun hingga Mei lalu, ancaman krisis air pun semakin tinggi. Belum lagi, adanya rencana Tangerang yang akan menghentikan pasokan pada 2020 mendatang. Untuk menambah tambahan air, daerah itu ikut membantu pasokan sebanyak 2.700 liter per detik.
Dari analisis kebutuhan air di DKI, defisit air baku akan terjadi sepanjang tahun. Tahun ini saja, defisit air mencapai 6.857 liter per detik. Lalu pada tahun 2015 diperkirakan akan terjadi defisit sekitar 13.045 liter per detik. Kemudian pada 2020, defisit akan mencapai 28.370 liter per detik.
Ketua DPRD DKI, Ferial Sofyan mengatakan, krisis air yang terjadi di Jakarta sebagai bukti ketidakmampuan operator memenuhi kewajibannya. PAM Jaya seharusnya bisa tegas. Apalagi jika pelayanan sudah sangat buruk dan berimbas pada masyarakat banyak. Seperti krisis air yang sudah menjadi rutinitas di Jakarta Utara.
Evaluasi yang dilakukan seharusnya bisa membuat pelayanan lebih baik. Bukan justru menjadikan langkah mundur. Penambahan jaringan distribusi, pengurangan tingkat kebocoran air, serta peningkatan kualitas layanan harus terus ditingkatkan setiap tahunnya. Bukan justru dikurangi ketika operator tidak mampu memenuhinya.
"Saat krisis, ide kreatif itu penting. Seperti langkah Ancol menyuling air laut, itu patut diapresiasi. Kalau ada operator keberatan, mereka harus evaluasi diri. Kenapa mereka tidak mampu," kata Ferial.
Sebelumnya, Gubernur Fauzi Bowo telah memberikan dukungan penuh terhadap program penyulingan air laut atau RO yang dilakukan PT Pembangunan Jaya Ancol.