TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia mengungkapkan, kelompok teroris berencana menyerang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat peringatan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 2010. "Mereka akan menyerang dan membunuh pejabat negara yang mengikuti upacara di Istana Negara," kata Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dalam jumpa pers kemarin.
terorisMenurut Bambang, para tersangka teroris meyakini, pada peringatan Hari Kemerdekaan, semua pejabat negara, termasuk tamu negara, bisa menjadi target karena pengamanan lemah. "Karena peserta upacara tidak mengisi senjatanya," ujar Bambang.
Begitu berhasil menembak kepala negara, kata Bambang, "Mereka akan mendeklarasikan negara syariah Islam." Selain itu, mereka akan mendeklarasikan Tandzim Al-Qaidah Serambi Mekkah.
Khusus untuk serangan pada 17 Agustus, menurut Bambang, kelompok teroris menyiapkan 21 pucuk senjata, termasuk senjata penembak jarak jauh. Selain Istana, mereka akan menyerang tempat lain, seperti sejumlah hotel di Jawa dan Jakarta.
Polisi juga membaca adanya perubahan pola serangan kelompok teroris, dari serangan bom bunuh diri menjadi serangan bersenjata. Indikasi ini terlihat dari barang bukti yang ditemukan Detasemen Khusus 88 di sejumlah tempat, berupa senjata laras panjang, amunisi, dan pistol.
Untuk serangan 17 Agustus, menurut Bambang, kelompok teroris akan memilih pola serangan mirip di Mumbai, India. Pada November 2008, kelompok teroris menyerang berbagai titik, seperti di stasiun kereta dan hotel, di Mumbai. Saat itu seratusan orang tewas.
Selain adanya perubahan pola serangan, jaringan teroris telah berubah bentuk. "Banyak muka baru," kata Bambang. "Mereka mulai membuka kolaborasi antarkelompok radikal."
Mantan pentolan anggota Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, mengatakan kelompok teroris yang digerebek dalam beberapa hari terakhir memang berbeda aliran dengan kelompok Noor Din M. Top.
Kelompok terakhir memiliki metode serangan sendiri: menyerang langsung targetnya, bukan dengan meledakkan bom bunuh diri. "Mereka memang menyiapkan pasukan tempur. Makanya, polisi tak menemukan bom dalam penggerebekan," ujar Nasir.
Menurut Nasir, kelompok baru ini menyasar target serangan yang berbeda dengan jaringan sasaran Noor Din. Kelompok Noor Din menargetkan warga asing, terutama warga Amerika dan sekutunya, sedangkan kelompok baru ini bisa menyerang target dalam negeri, seperti pejabat negara.
Sumber-sumber Tempo juga membenarkan perubahan target serangan itu. Saat kelompok Noor Din dengan bendera Jamaah Islamiyah-nya masih dominan, paham untuk menyerang Amerika dan sekutunya menjadi paham dominan pula.
Tapi, setelah Noor Din dan kaki-tangannya ditangkap, muncul berbagai kelompok baru dengan paham jihad yang berbeda. Menurut mereka, siapa pun yang menghalangi jalan jihad dan menghambat tegaknya syariat Islam harus dihancurkan. Walhasil, kelompok-kelompok baru ini tak hanya mengincar "musuh jauh", seperti Amerika dan sekutunya, tapi juga "musuh dekat", misalnya pejabat negara Indonesia.