Tingkah polisi Malaysia memang memuakkan. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Happy Simanjuntak - utusan resmi Indonesia geram sampai menggebrak meja!
Tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Batam, Erwan, Asriadi, dan Seivo Grevo Wawengkang akhirnya berhasil dibebaskan dari tahanan Malaysia.
Upaya membebaskan mereka dilakukan sejak Minggu lalu. Sempat terjadi ketegangan di kantor polisi Kota Tinggi antara kepala polisi dan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Happy Simanjuntak. Dia merasa dipersulit anggota polisi saat membebaskan ketiga stafnya tersebut.
"Saya marah, sebenarnya Senin siang sudah bisa dibebaskan, namun mereka terlalu banyak alasan dengan menunggu kedatangan kepala, saya maklum. Sampai malam, mereka beralasan tunggu dulu, semua wajib salat taraweh, saya maklum. Kemudian saya peringatkan ini sudah pukul 22.00 seharusnya taraweh sudah usai, kembali mereka menyatakan ada kunjungan menteri besar kesultanan. Hingga habis berpuluh cangkir kopi. Wah ini saya tidak terima, akhirnya memukul meja saya marah sambil mengatakan lepaskan segera warga saya," ujar Happy.
Menanggapinya, polisi Kota Tinggi pun mengurusi berkas-berkas pembebasan ketiga orang tersebut hingga akhirnya pukul 03.00 dini hari mereka pulang dan dijemput tim DKP dan KJRI Johor Bahru.
"Dia sempat marah menyatakan saya preman dan mengingatkan hubungan diplomasi Malaysia-Indonesia harus baik-baik. Lantas saya menjawab saya tidak peduli itu, yang jelas ketiga staf saya harus dibebaskan, jangan perpanjang birokrasi. Baru mereka mengalah," kata Happy.
Ketiga pegawai ditangkap polisi Malaysia di perairan Tanjungberakit Bintan, usai menangkap kapal nelayan Malaysia yang mencuri ikan dan menahan tujuh nelayan Malaysia.
Ketiga pegawai DKP Batam ini dijemput Minister Counsellor KJRI Johor Bahru Malaysia, Suryana Sastradirejda dari kantor polisi Kota Tinggi (Polres Kota Tinggi), Selasa (17/8) pagi kemarin.
"Kami bersama tim DKP yang menjemput dari kepolisian setelah upaya lobi dan negosiasi dilakukan," ujar Suryana kepada Batam Pos sambil berlalu naik mobil hitam di pintu keluar Pelabuhan Batam Center, kemarin.
Ketiga petugas DKP ini, tiba di Batam naik kapal feri Indomas 3. Mereka didampingi langsung Dirjen Kelautan dan Perikanan serta Suryana.
Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Indonesia Pontianak dengan wilayah kerja Batam, Karimun, dan Tanjungpinang, Bambang Nugroho mengatakan, lobi yang mereka lakukan di Malaysia dilaksanakan antarpemerintah sejak Minggu (15/8) lalu dengan melibatkan perwakilan Menlu RI dan Kemenlu Malaysia.
"Kita lemah karena tidak mempunyai alat bukti yang cukup sebagai penunjang seperti kapal dan ikan yang dijarah nelayan Malaysia itu. Makanya kami sepakat sistem barter. Ini juga menyangkut masa depan puluhan ribu TKI kita yang berada di Malaysia," ujar Bambang.
Demikian juga dengan kesepakatan tapal batas perairan di Indonesia yang belum terdaftar dalam peta perairan internasional. "Ini juga menjadi pelajaran bagi Indonesia, untuk segera membuka mata mengenai batas perairan kita, baik secara de facto maupun de jure. Tidak boleh bermain-main dengan perbatasan ini," ujar Bambang.
Lebih lanjut Happy mengatakan, ketiga anggota DKP Batam ini akan dibawa ke Jakarta untuk diberi penghargaan atas keberanian mereka mengawal perairan perbatasan berikut sumber dayanya dengan peralatan seadanya.
Menlu Tolak Disebut Barter
Meskipun bebasnya ketiga pegawai DKP diikuti dengan pembebasan ketujuh nelayan Malaysia, namun Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, pembebasan ketiga WNI tersebut bukan barter.
"Tidak ada istilah tukar menukar. Yang ada, masing-masing pihak, Malaysia telah memperoleh keterangan dari petugas DKP yang sifatnya keterangan, bukan pemeriksaan. Sementara tujuh nelayan Malaysia yang sempat ditahan di Batam telah diminta diperiksa oleh aparat hukum dan setelah diperiksa, diputuskan dideportasi," kata Marty. Ketujuh nelayan Malaysia tersebut dinyatakan telah melanggar wilayah perairan Indonesia.
Menlu mengatakan, pemerintah akan terus memastikan hak kedaulatan NKRI. "Tidak sejengkal pun kita kompromikan. Jadi dalam proses pembahasan dengan Malaysia, kita selalu menegaskan dari segi perspektif Indonesia telah terjadi pelanggaran. Dan kita sampaikan protes kita, keprihatinan kita, kita sampaikan, kita mintai tidak diulangi kembali di masa depan," kata Marty.
Marty mengatakan, Indonesia juga ingin memastian bahwa perundingan perbatasan dengan Malaysia segera digulirkan. Indonesia telah siap berunding. Namun, Malaysia hingga kini masih belum siap, karena masih ingin menuntaskan perundingan perbatasan dengan Singapura. "Itu keadaan yang mereka hadapi. Yang penting kami siap," kata Marty.
Di tempat yang sama, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato' Syed Munshe Afdzaruddin mengatakan, insiden penangkapan 3 WNI petugas DKP dan tujuh nelayan Malaysia adalah masalah kecil. "Ini hanya isu kecil yang bisa dilakukan dengan persahabatan serumpun," katanya.
Apakah Malaysia merasa bersalah? "Ini nelayan, you know. Nelayan Indonesia juga suka memasuki perairan Malaysia. Kita atur begitu juga," kilahnya.
Bak Tamu Kehormatan
Tujuh nelayan Malaysia pun dipulangkan bak tamu kehormatan melalui ruang VIP Pelabuhan Batam Center, Selasa (17/8) kemarin. "Tidak adil, ini kado pahit. Aneh dengan bangsa ini, Malaysia kasih apa ke pemerintah kok bisa sampai begini lemah gemulai perbuatan Indonesia," ujar Ketua Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Kepri, Andi Zulkarnaen kepada Batam Pos, Selasa (17/8) kemarin.
Tujuh nelayan asal Malaysia yang mengaku telah mencuri ikan di perairan Tanjung Berakit, Bintan dipulangkan ke Malaysia dari Terminal Feri Internasional Batam Center sekitar pukul 08.30 WIB. Mereka naik Kapal Pintas Samudera 3 tujuan Stulang Laut Johor, Malaysia.
Mereka dijemput Wakil Duta Besar Malaysia untuk Singapura Ahmad Faisal bin Muhammad berikut dua stafnya Rohani bin Huseyin dan Marzuki bin Kamaruzzaman. Tujuh nelayan tersebut diserahkan Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan setelah sebelumnya ditahan di markas Ditpolair Polda Kepri di Sekupang.
Berbedanya jadwal pemulangan antara tujuh nelayan Malaysia dan tiga petugas DKP Batam, karena ketiga petugas DKP Batam tersebut diminta mengikuti upacara perayaan kemerdekaan RI di lapangan Ayer Molek Johor Bahru. Hal ini diungkapkan Staf KJRI Johor, Dewanto Priyo Kusumo yang turut juga mendampingi Kedutaan Malaysia ke Batam
"Mereka sudah berada di Konsuler, masih mengikuti upacara, baru nanti pulang. Ini juga saya harus secepatnya balik ke Johor mengikuti upacara kemerdekaan. Sudah ya, kontak pak Suryana saja, dia yang berhak kasih komentar," ujar Priyo.
Sebelum bertolak ke Malaysia, ketujuh nelayan tersebut sudah di-stanby-kan di ruang kepolisian Batam Center mulai pukul 06.30 WIB, dan dijaga ketat petugas DKP dan kepolisian yang berjaga di pintu masuk.
Demikian juga saat mereka menuju kapal Pintas Samudra 3 usai tanda tangan serah terima antara pihak Kedutaan Malaysia, DKP dan KJRI Johor di ruang lounge VIP, mereka turut serta dibawa ke sana melalui pintu khusus.
Para wartawan yang meliput tidak diperbolehkan masuk, namun berhasil merangsek masuk dan membobol pertahanan polisi dan petugas DKP yang menjaga. Di dalam lounge, para nelayan yang mencuri ikan Indonesia ini, dijaga bak tamu kehormatan, dilayani dengan diantarkan minum dan makanan.
Demikian juga saat mereka hendak dibawa masuk ke kapal, lagi-lagi petugas Bea Cukai menghalangi para wartawan, hingga akhirnya wartawan berang dan tetap masuk menuju pintu kedatangan untuk bisa bertemu dengan ketuju nelayan Malaysia yang dibebaskan tanpa syarat tersebut.
"Anda menjalankan tugas, saya juga menjalankan tugas peliputan. Ini masalah kedaulatan negara, jangan halangi kami para jurnalis," ujar reporter SCTV Johan kepada seorang petugas BC yang mencoba menghalangi wartawan.
Wakil Dubes Malaysia untuk Singapura yang menjemput mereka tidak bersedia memberi banyak pernyataan terkait masalah yang mengancam hubungan kerja sama kedua negara. Dia hanya menyatakan hanya menjalankan tugas menjemput warganya. ""Tidak ada, saya ditugaskan ke sini hanya karena lebih dekat. Itu saja," ujarnya sesaat setelah duduk di kapal.
Menyedihkan dan Tragis
Penangkapan tiga petugas DKP Batam oleh Malaysia, dinilai Ketua Yayasan Pendidikan Maritim Indonesia (YPMI), Nada Faza Soraya sangat memprihatinkan. YPMI mendesak pemerintah agar segera merealisasikan pembentukan Indonesia Sea And Coast Guard.
"Sangat menyedihkan dan tragis, di saat bangsa kita merayakan HUT kemerdekaan ke-65 justru tiga orang pegawai ditangkap negara lain (Malaysia), karena pemerintah kita lalai dalam menegakkan Otoritas Martim Nasional sebagai konsekuensi diakuinya Indonesia sebagai Negara Kepulauan Terbesar di dunia," kata Nada kepada Batam Pos, kemarin (17/8).
Ia menambahkan jika Indonesia memiliki Indonesia Sea and Coast Guard yang punya kompetensi, maka insiden penangkapan tiga pegawai KKP itu tidak akan terjadi. "Pendidikan atau akademi Indonesia Sea and Coast Guard harus segera didirikan," tegasnya.
Mendesaknya pendirian Indonesia Sea and Coast Guard itu, karena secara peraturan nasional dan internasional hanya mereka yang mempunyai wewenang dan diakui oleh dunia. "Selain membentuk, pemerintah juga harus memperhatikan sarana dan prasarana Indonesia Sea and Coast Guard," paparnya.
Pemerintah, kata dia harus segera membuat UU Pembentukan Pengawal Laut dan Pantai dan merevisi Tzmko atau hukum ordonansi laut teritorial menjadi UU Otoritas Maritim Nasional.
Sumber : http://www.batampos.co.id/berita-utama/berita-utama/14591-dirjen-gebrak-meja-di-malaysia.html
Tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Batam, Erwan, Asriadi, dan Seivo Grevo Wawengkang akhirnya berhasil dibebaskan dari tahanan Malaysia.
Upaya membebaskan mereka dilakukan sejak Minggu lalu. Sempat terjadi ketegangan di kantor polisi Kota Tinggi antara kepala polisi dan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Happy Simanjuntak. Dia merasa dipersulit anggota polisi saat membebaskan ketiga stafnya tersebut.
"Saya marah, sebenarnya Senin siang sudah bisa dibebaskan, namun mereka terlalu banyak alasan dengan menunggu kedatangan kepala, saya maklum. Sampai malam, mereka beralasan tunggu dulu, semua wajib salat taraweh, saya maklum. Kemudian saya peringatkan ini sudah pukul 22.00 seharusnya taraweh sudah usai, kembali mereka menyatakan ada kunjungan menteri besar kesultanan. Hingga habis berpuluh cangkir kopi. Wah ini saya tidak terima, akhirnya memukul meja saya marah sambil mengatakan lepaskan segera warga saya," ujar Happy.
Menanggapinya, polisi Kota Tinggi pun mengurusi berkas-berkas pembebasan ketiga orang tersebut hingga akhirnya pukul 03.00 dini hari mereka pulang dan dijemput tim DKP dan KJRI Johor Bahru.
"Dia sempat marah menyatakan saya preman dan mengingatkan hubungan diplomasi Malaysia-Indonesia harus baik-baik. Lantas saya menjawab saya tidak peduli itu, yang jelas ketiga staf saya harus dibebaskan, jangan perpanjang birokrasi. Baru mereka mengalah," kata Happy.
Ketiga pegawai ditangkap polisi Malaysia di perairan Tanjungberakit Bintan, usai menangkap kapal nelayan Malaysia yang mencuri ikan dan menahan tujuh nelayan Malaysia.
Ketiga pegawai DKP Batam ini dijemput Minister Counsellor KJRI Johor Bahru Malaysia, Suryana Sastradirejda dari kantor polisi Kota Tinggi (Polres Kota Tinggi), Selasa (17/8) pagi kemarin.
"Kami bersama tim DKP yang menjemput dari kepolisian setelah upaya lobi dan negosiasi dilakukan," ujar Suryana kepada Batam Pos sambil berlalu naik mobil hitam di pintu keluar Pelabuhan Batam Center, kemarin.
Ketiga petugas DKP ini, tiba di Batam naik kapal feri Indomas 3. Mereka didampingi langsung Dirjen Kelautan dan Perikanan serta Suryana.
Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Indonesia Pontianak dengan wilayah kerja Batam, Karimun, dan Tanjungpinang, Bambang Nugroho mengatakan, lobi yang mereka lakukan di Malaysia dilaksanakan antarpemerintah sejak Minggu (15/8) lalu dengan melibatkan perwakilan Menlu RI dan Kemenlu Malaysia.
"Kita lemah karena tidak mempunyai alat bukti yang cukup sebagai penunjang seperti kapal dan ikan yang dijarah nelayan Malaysia itu. Makanya kami sepakat sistem barter. Ini juga menyangkut masa depan puluhan ribu TKI kita yang berada di Malaysia," ujar Bambang.
Demikian juga dengan kesepakatan tapal batas perairan di Indonesia yang belum terdaftar dalam peta perairan internasional. "Ini juga menjadi pelajaran bagi Indonesia, untuk segera membuka mata mengenai batas perairan kita, baik secara de facto maupun de jure. Tidak boleh bermain-main dengan perbatasan ini," ujar Bambang.
Lebih lanjut Happy mengatakan, ketiga anggota DKP Batam ini akan dibawa ke Jakarta untuk diberi penghargaan atas keberanian mereka mengawal perairan perbatasan berikut sumber dayanya dengan peralatan seadanya.
Menlu Tolak Disebut Barter
Meskipun bebasnya ketiga pegawai DKP diikuti dengan pembebasan ketujuh nelayan Malaysia, namun Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, pembebasan ketiga WNI tersebut bukan barter.
"Tidak ada istilah tukar menukar. Yang ada, masing-masing pihak, Malaysia telah memperoleh keterangan dari petugas DKP yang sifatnya keterangan, bukan pemeriksaan. Sementara tujuh nelayan Malaysia yang sempat ditahan di Batam telah diminta diperiksa oleh aparat hukum dan setelah diperiksa, diputuskan dideportasi," kata Marty. Ketujuh nelayan Malaysia tersebut dinyatakan telah melanggar wilayah perairan Indonesia.
Menlu mengatakan, pemerintah akan terus memastikan hak kedaulatan NKRI. "Tidak sejengkal pun kita kompromikan. Jadi dalam proses pembahasan dengan Malaysia, kita selalu menegaskan dari segi perspektif Indonesia telah terjadi pelanggaran. Dan kita sampaikan protes kita, keprihatinan kita, kita sampaikan, kita mintai tidak diulangi kembali di masa depan," kata Marty.
Marty mengatakan, Indonesia juga ingin memastian bahwa perundingan perbatasan dengan Malaysia segera digulirkan. Indonesia telah siap berunding. Namun, Malaysia hingga kini masih belum siap, karena masih ingin menuntaskan perundingan perbatasan dengan Singapura. "Itu keadaan yang mereka hadapi. Yang penting kami siap," kata Marty.
Di tempat yang sama, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato' Syed Munshe Afdzaruddin mengatakan, insiden penangkapan 3 WNI petugas DKP dan tujuh nelayan Malaysia adalah masalah kecil. "Ini hanya isu kecil yang bisa dilakukan dengan persahabatan serumpun," katanya.
Apakah Malaysia merasa bersalah? "Ini nelayan, you know. Nelayan Indonesia juga suka memasuki perairan Malaysia. Kita atur begitu juga," kilahnya.
Bak Tamu Kehormatan
Tujuh nelayan Malaysia pun dipulangkan bak tamu kehormatan melalui ruang VIP Pelabuhan Batam Center, Selasa (17/8) kemarin. "Tidak adil, ini kado pahit. Aneh dengan bangsa ini, Malaysia kasih apa ke pemerintah kok bisa sampai begini lemah gemulai perbuatan Indonesia," ujar Ketua Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Kepri, Andi Zulkarnaen kepada Batam Pos, Selasa (17/8) kemarin.
Tujuh nelayan asal Malaysia yang mengaku telah mencuri ikan di perairan Tanjung Berakit, Bintan dipulangkan ke Malaysia dari Terminal Feri Internasional Batam Center sekitar pukul 08.30 WIB. Mereka naik Kapal Pintas Samudera 3 tujuan Stulang Laut Johor, Malaysia.
Mereka dijemput Wakil Duta Besar Malaysia untuk Singapura Ahmad Faisal bin Muhammad berikut dua stafnya Rohani bin Huseyin dan Marzuki bin Kamaruzzaman. Tujuh nelayan tersebut diserahkan Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan setelah sebelumnya ditahan di markas Ditpolair Polda Kepri di Sekupang.
Berbedanya jadwal pemulangan antara tujuh nelayan Malaysia dan tiga petugas DKP Batam, karena ketiga petugas DKP Batam tersebut diminta mengikuti upacara perayaan kemerdekaan RI di lapangan Ayer Molek Johor Bahru. Hal ini diungkapkan Staf KJRI Johor, Dewanto Priyo Kusumo yang turut juga mendampingi Kedutaan Malaysia ke Batam
"Mereka sudah berada di Konsuler, masih mengikuti upacara, baru nanti pulang. Ini juga saya harus secepatnya balik ke Johor mengikuti upacara kemerdekaan. Sudah ya, kontak pak Suryana saja, dia yang berhak kasih komentar," ujar Priyo.
Sebelum bertolak ke Malaysia, ketujuh nelayan tersebut sudah di-stanby-kan di ruang kepolisian Batam Center mulai pukul 06.30 WIB, dan dijaga ketat petugas DKP dan kepolisian yang berjaga di pintu masuk.
Demikian juga saat mereka menuju kapal Pintas Samudra 3 usai tanda tangan serah terima antara pihak Kedutaan Malaysia, DKP dan KJRI Johor di ruang lounge VIP, mereka turut serta dibawa ke sana melalui pintu khusus.
Para wartawan yang meliput tidak diperbolehkan masuk, namun berhasil merangsek masuk dan membobol pertahanan polisi dan petugas DKP yang menjaga. Di dalam lounge, para nelayan yang mencuri ikan Indonesia ini, dijaga bak tamu kehormatan, dilayani dengan diantarkan minum dan makanan.
Demikian juga saat mereka hendak dibawa masuk ke kapal, lagi-lagi petugas Bea Cukai menghalangi para wartawan, hingga akhirnya wartawan berang dan tetap masuk menuju pintu kedatangan untuk bisa bertemu dengan ketuju nelayan Malaysia yang dibebaskan tanpa syarat tersebut.
"Anda menjalankan tugas, saya juga menjalankan tugas peliputan. Ini masalah kedaulatan negara, jangan halangi kami para jurnalis," ujar reporter SCTV Johan kepada seorang petugas BC yang mencoba menghalangi wartawan.
Wakil Dubes Malaysia untuk Singapura yang menjemput mereka tidak bersedia memberi banyak pernyataan terkait masalah yang mengancam hubungan kerja sama kedua negara. Dia hanya menyatakan hanya menjalankan tugas menjemput warganya. ""Tidak ada, saya ditugaskan ke sini hanya karena lebih dekat. Itu saja," ujarnya sesaat setelah duduk di kapal.
Menyedihkan dan Tragis
Penangkapan tiga petugas DKP Batam oleh Malaysia, dinilai Ketua Yayasan Pendidikan Maritim Indonesia (YPMI), Nada Faza Soraya sangat memprihatinkan. YPMI mendesak pemerintah agar segera merealisasikan pembentukan Indonesia Sea And Coast Guard.
"Sangat menyedihkan dan tragis, di saat bangsa kita merayakan HUT kemerdekaan ke-65 justru tiga orang pegawai ditangkap negara lain (Malaysia), karena pemerintah kita lalai dalam menegakkan Otoritas Martim Nasional sebagai konsekuensi diakuinya Indonesia sebagai Negara Kepulauan Terbesar di dunia," kata Nada kepada Batam Pos, kemarin (17/8).
Ia menambahkan jika Indonesia memiliki Indonesia Sea and Coast Guard yang punya kompetensi, maka insiden penangkapan tiga pegawai KKP itu tidak akan terjadi. "Pendidikan atau akademi Indonesia Sea and Coast Guard harus segera didirikan," tegasnya.
Mendesaknya pendirian Indonesia Sea and Coast Guard itu, karena secara peraturan nasional dan internasional hanya mereka yang mempunyai wewenang dan diakui oleh dunia. "Selain membentuk, pemerintah juga harus memperhatikan sarana dan prasarana Indonesia Sea and Coast Guard," paparnya.
Pemerintah, kata dia harus segera membuat UU Pembentukan Pengawal Laut dan Pantai dan merevisi Tzmko atau hukum ordonansi laut teritorial menjadi UU Otoritas Maritim Nasional.
Sumber : http://www.batampos.co.id/berita-utama/berita-utama/14591-dirjen-gebrak-meja-di-malaysia.html