FPI: Dalang Teroris Aceh Desertir Brimob, Bukan Ba'asyir
Jakarta - Front Pembela Islam (FPI) mengaku telah mengidentifikasi kasus teroris di Aceh. Ada rekayasa yang dibuat seorang personel Brimob bernama Sofyan Tsauri. "Rekayasa terorisme yang dimainkan oleh seorang desertir Brimob yang bernama Sofyan Tsauri," kata Ketua Umum FPI, Habib Rizieq dalam dialog damai di kantor FPI, Jl Pentamburan, Jakarta Pusat, Senin (9/8/2010).
Menurut Rizieq, Sofyan adalah orang yang telah merekrut dan melatih teroris Aceh di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok sejak 2009. Karena itu, pelatihan militer di Aceh tidak ada kaitannya dengan Ustad Abu. "Kita juga menyerukan kepada umat Islam untuk merapatkan barisan melawan segala kezaliman. Sekaligus melakukan pembelaan hukum terhadap Ustad Abu sesuai UU berlaku," tegasnya.
Rizieq mengatakan, penangkapan Ba'asyir merupakan politik pengalihan isu kasus besar seperti kasus Bank Century, kenaikan TDL, dan rekening gendut Polri. FPI menduga kuat penangkapan Ba'asyir juga merupakan politik rekayasa seperti kasus-kasus rekayasa lainnya seperti kasus Aan, kasus pemulung, dan kasus Gayus. "Ini merupakan politik pemberangusan terhadap gerakan Islam untuk menakut-nakuti para aktivis Islam yang concern dengan perjuangan penerapan syariat Islam," ungkapnya.
Jauh sebelumnya, FPI juga sudah menduga desertir Brimob Sofyan Tsauri dalang pelatihan militer di Aceh. Sofyanlah yang justru mengajak sejumlah orang untuk ikut pelatihan teroris di Aceh dan melatihnya. "Dia menawarkan uang sebesar Rp 500 juta ke ustad-ustad di Jawa Tengah agar mau mengirimkan orang mengikuti pelatihan miiter di Aceh," kata Ketua Bidang Advokasi FPI, Munarman dalam dialog damai di kantor FPI, Jl Petamburan, Jakarta Pusat, Senin (9/8/2010).
Munarman menceritakan, berdasarkan investigasi FPI, setelah penangkapan di Pejaten, Pasar Minggu, polisi membeberkan skema terorisme yang dilakukan oleh Abdul Haris, Ketua JAT Jakarta. FPI menemukan sejak 2008, Sofyan mengaku dipecat dari kesatuan Polri karena alasan poligami, jarang masuk dan terlibat jihad. Sofyan aktif di Aceh dan mengikuti kegiatan pelatihan militan secara terbuka.
Pada Februari 2009, Sofyan membawa anak didiknya yang latihan di Aceh ke Jakarta untuk dilatih di Mako Brimob dengan dibiayai selama 1 bulan. "Di situ mereka dididik melatih menembak yang menghabiskan 40-50 peluru sekali latihan," jelasnya.
Karena itu, FPI meminta polisi membeberkan peran Sofyan. FPI menduga dari 16 terduga teroris yang ditangkap, 13 orang dilepaskan. Sedangkan 3 orang lainnya yang dijadikan tersangka dipaksa mengaku kalau Ba'asyir mendanai pelatihan tersebut.
Harus Berdasar Pembuktian, Bukan Prasangka
Ustdaz Abu Bakar Ba'asyir kembali ditangkap polisi atas dugaan terlibat dalam kegiatan terorisme. Penangkapan tersebut hendaknya tidak didasarkan pada prasangka semata, melainkan pada bukti-bukti konkrit. "Itu perlu pembuktian, bukan atas dasar prasangkaan saja. Polisi yang memiliki datanya, buktikan saja," kata Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Senin (9/8/2010).
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menegaskan, sejak awal dirinya telah mengusulkan kepada pemerintah agar penanganan terorisme harus dilakukan secara konprehensif. Mulai dari pendekatan ideologis, pendekatan sosial, keagamaan (keulamaan), intelijen dan keamanan.
"Dari ideologis dahulu, karena dari situ akarnya, lalu didialogkan untuk mendegredasi ekstrimisme, baru pendekatan kebangsaan. Kalau loncat langsung ke represif, itu nanti bisa menangkap terorisnya, tapi tidak menghilangkan terorisme. Sama seperti menangkapi para koruptor, tapi hampir dipastikan tak bisa memberantas korupsi, ini karena masalah sistem," tegas pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Depok, ini.
Usulan penanganan terorisme ini, lanjut Hasyim, sudah disampaikan ke pemerintah melalui Kementerian Polhukam bidang Desk Anti Teror. Seharusnya, desk ini memiliki ahli-ahli di bidang agama. "Kenapa soal aqidah menjadi ekstrimitas. Itu harus diurai, jangan diurai di seminar, tapi diomongkan ke terorisnya, maka terjadi degredasi militansi itu sendiri," ujarnya.
Penangkapan Sudah Diarahkan Sejak 3 Bulan Lalu
Penangkapan Amir Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir di Kota Banjar, Ciamis, Jawa Barat, sudah terendus 2 hingga 3 bulan lalu. Salah satu indikasinya adalah penangkapan sejumlah tersangka teroris di Jakarta beberapa waktu lalu. "Sejak 2 hingga 3 bulan lalu, gejalanya sudah diarahkan. Seperti penangkapan jamaah Anshorut Tauhid di Jakarta, tempat di mana Ba'asyir menginap," ujar Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), Athian Ali, Senin (9/8/2010).
Meski demikian, Athian mengaku tetap terkejut dengan penangkapan Ba'asyir tersebut. Athian menegaskan, dirinya tidak percaya Ba'asyir terkait kasus terorisme. "Beliau sosok ulama yang paham dan taat tentang Islam. Makanya saya tidak yakin beliau terlibat aksi teroris yang sangat bertentangan dengan Islam. Mustahil yang paham dan taat Islam, terlibat tindakan teroris," tegas Athian.
Athian mengaku pernah berdiskusi dengan Ba'asyir mengenai aksi terorisme. Dalam kesempatan itu Ba'asyir dengan tegas sangat tidak setuju dengan aksi terorisme. "Beliau jelas-jelas mengecam tindakan terorisme," ungkap Athan.
Ba,asyir ditangkap anggota Densus 88 Mabes Polri di Kota Banjar, Ciamis, dinihari tadi. Saat itu Ba'asyir sedang dalam perjalanan dari Bandung menuju Solo bersama istri dan tiga orang lainnya.
Sebelumnya, Ba'asyir memang mengisi pengajian di Masjid Ikhwanul Qarib, Jalan Babakan Priangan, Kota Bandung, Jumat (6/8/2010) malam. Sempat beredar kabar, pengajian Ba'asyir yang dihadiri sekitar 500 orang itu akan dibubarkan kelompok massa tertentu. Namun sampai acara pengajian itu berakhir, isu tersebut tidak terbukti.
Ba'asyir terbilang cukup sering menjadi penceramah di beberapa masjid di Bandung. Tempat-tempat yang menjadi lokasi ceramah Ba'asyir antara lain, Masjid Istiqomah dan Masjid Al Fajr.
TPM: Polisi Pecahkan Kaca Mobil Saat Tangkap Ba'asyir
Polisi dinilai bertindak berlebihan saat hendak menangkap Amir Jamaah Ansorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir. Polisi sampai memecahkan kaca mobil yang ditumpangi Ba'asyir. "Kaca depan mobil Ba'asyir dipecahkan kemudian dibawa ke Jakarta," kata Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradata di Mabes Polri, Senin (9/8/2010).
Ba'asyir ditangkap pada pukul 08.00 WIB, dalam perjalanan dari Tasikmalaya, Jawa Barat menuju Solo, Jawa Tengah. Ikut ditangkap 5 pengawal Ba'asyir yang dinilai menghalang-halangi penangkapan.
Sementara itu Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi menegaskan tindakan itu merupakan bagian dari proses penangkapan. "Itu teknis penangkapan," terang Ito di Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakpus.
JAT Kecam Cara Polisi Menangkap Ba'asyir
Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) mengecam keras cara polisi menangkap Ba'asyir di tengah perjalanan. Cara tersebut disebut sebagai cara yang kasar. Apalagi di dalam mobil yang ditumpangi Ba'asyir terdapat dua perempuan tua yang kelelahan karena perjalanan jauh dan tidak tahu-menahu dengan persoalan yang terjadi.
Dalam jumpa pers di kantor pusat JAT di Cemani, Grogol, Sukoharjo, JAT mengecam keras tindakan polisi dalam melakukan penangkapan Ba'asyir. Sekretaris JAT, Abdurrahman, selaku juru bicara mengatakan Ba'asyir bukanlah seorang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sehingga tidak perlu diperlakukan secara paksa dengan ditangkap di perjalanan.
"Cara-cara penangkapan seorang ulama sepuh seperti Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dan dilakukan di jalanan tanpa kejelasan kesalahan beliau merupakan cara-cara biadab dan kasar," ujar Abdurrahman, Senin (9/8/2010).
Mereka juga mengecam tindakan polisi itu karena di dalam kendaraan terdapat wanita-wanita yang sudah tua dan kelelahan dalam perjalanan berkendaraan darat yang jauh.
Lebih lanjut JAT menduga penangkapan tersebut tak lepas dari upaya pengalihan isu terhadap berbagai kasus yang menimpa polisi. Karenanya JAT mendesak agar Ba'asyir dan semua yang berada di dalam mobil saat penangkapan segera dibebaskan tanpa syarat. Karena hingga saat ini kesemuanya masih belum diketahui keberadaannya.
Dalam jumpa pers tersebut, Abdurrachman didampingi oleh Afif Abdul Majid (pimpinan JAT Jateng), Sholeh Ibrahim (pimpinan JAT Surakarta) dan Abdurrachim (anak kandung Ba'asyir).
Sumber : http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/15334/FPI-Dalang-Teroris-Aceh-Desertir-Brimob-Bukan-Ba-asyir.jp
Jakarta - Front Pembela Islam (FPI) mengaku telah mengidentifikasi kasus teroris di Aceh. Ada rekayasa yang dibuat seorang personel Brimob bernama Sofyan Tsauri. "Rekayasa terorisme yang dimainkan oleh seorang desertir Brimob yang bernama Sofyan Tsauri," kata Ketua Umum FPI, Habib Rizieq dalam dialog damai di kantor FPI, Jl Pentamburan, Jakarta Pusat, Senin (9/8/2010).
Menurut Rizieq, Sofyan adalah orang yang telah merekrut dan melatih teroris Aceh di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok sejak 2009. Karena itu, pelatihan militer di Aceh tidak ada kaitannya dengan Ustad Abu. "Kita juga menyerukan kepada umat Islam untuk merapatkan barisan melawan segala kezaliman. Sekaligus melakukan pembelaan hukum terhadap Ustad Abu sesuai UU berlaku," tegasnya.
Rizieq mengatakan, penangkapan Ba'asyir merupakan politik pengalihan isu kasus besar seperti kasus Bank Century, kenaikan TDL, dan rekening gendut Polri. FPI menduga kuat penangkapan Ba'asyir juga merupakan politik rekayasa seperti kasus-kasus rekayasa lainnya seperti kasus Aan, kasus pemulung, dan kasus Gayus. "Ini merupakan politik pemberangusan terhadap gerakan Islam untuk menakut-nakuti para aktivis Islam yang concern dengan perjuangan penerapan syariat Islam," ungkapnya.
Jauh sebelumnya, FPI juga sudah menduga desertir Brimob Sofyan Tsauri dalang pelatihan militer di Aceh. Sofyanlah yang justru mengajak sejumlah orang untuk ikut pelatihan teroris di Aceh dan melatihnya. "Dia menawarkan uang sebesar Rp 500 juta ke ustad-ustad di Jawa Tengah agar mau mengirimkan orang mengikuti pelatihan miiter di Aceh," kata Ketua Bidang Advokasi FPI, Munarman dalam dialog damai di kantor FPI, Jl Petamburan, Jakarta Pusat, Senin (9/8/2010).
Munarman menceritakan, berdasarkan investigasi FPI, setelah penangkapan di Pejaten, Pasar Minggu, polisi membeberkan skema terorisme yang dilakukan oleh Abdul Haris, Ketua JAT Jakarta. FPI menemukan sejak 2008, Sofyan mengaku dipecat dari kesatuan Polri karena alasan poligami, jarang masuk dan terlibat jihad. Sofyan aktif di Aceh dan mengikuti kegiatan pelatihan militan secara terbuka.
Pada Februari 2009, Sofyan membawa anak didiknya yang latihan di Aceh ke Jakarta untuk dilatih di Mako Brimob dengan dibiayai selama 1 bulan. "Di situ mereka dididik melatih menembak yang menghabiskan 40-50 peluru sekali latihan," jelasnya.
Karena itu, FPI meminta polisi membeberkan peran Sofyan. FPI menduga dari 16 terduga teroris yang ditangkap, 13 orang dilepaskan. Sedangkan 3 orang lainnya yang dijadikan tersangka dipaksa mengaku kalau Ba'asyir mendanai pelatihan tersebut.
Harus Berdasar Pembuktian, Bukan Prasangka
Ustdaz Abu Bakar Ba'asyir kembali ditangkap polisi atas dugaan terlibat dalam kegiatan terorisme. Penangkapan tersebut hendaknya tidak didasarkan pada prasangka semata, melainkan pada bukti-bukti konkrit. "Itu perlu pembuktian, bukan atas dasar prasangkaan saja. Polisi yang memiliki datanya, buktikan saja," kata Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Senin (9/8/2010).
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menegaskan, sejak awal dirinya telah mengusulkan kepada pemerintah agar penanganan terorisme harus dilakukan secara konprehensif. Mulai dari pendekatan ideologis, pendekatan sosial, keagamaan (keulamaan), intelijen dan keamanan.
"Dari ideologis dahulu, karena dari situ akarnya, lalu didialogkan untuk mendegredasi ekstrimisme, baru pendekatan kebangsaan. Kalau loncat langsung ke represif, itu nanti bisa menangkap terorisnya, tapi tidak menghilangkan terorisme. Sama seperti menangkapi para koruptor, tapi hampir dipastikan tak bisa memberantas korupsi, ini karena masalah sistem," tegas pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Depok, ini.
Usulan penanganan terorisme ini, lanjut Hasyim, sudah disampaikan ke pemerintah melalui Kementerian Polhukam bidang Desk Anti Teror. Seharusnya, desk ini memiliki ahli-ahli di bidang agama. "Kenapa soal aqidah menjadi ekstrimitas. Itu harus diurai, jangan diurai di seminar, tapi diomongkan ke terorisnya, maka terjadi degredasi militansi itu sendiri," ujarnya.
Penangkapan Sudah Diarahkan Sejak 3 Bulan Lalu
Penangkapan Amir Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir di Kota Banjar, Ciamis, Jawa Barat, sudah terendus 2 hingga 3 bulan lalu. Salah satu indikasinya adalah penangkapan sejumlah tersangka teroris di Jakarta beberapa waktu lalu. "Sejak 2 hingga 3 bulan lalu, gejalanya sudah diarahkan. Seperti penangkapan jamaah Anshorut Tauhid di Jakarta, tempat di mana Ba'asyir menginap," ujar Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), Athian Ali, Senin (9/8/2010).
Meski demikian, Athian mengaku tetap terkejut dengan penangkapan Ba'asyir tersebut. Athian menegaskan, dirinya tidak percaya Ba'asyir terkait kasus terorisme. "Beliau sosok ulama yang paham dan taat tentang Islam. Makanya saya tidak yakin beliau terlibat aksi teroris yang sangat bertentangan dengan Islam. Mustahil yang paham dan taat Islam, terlibat tindakan teroris," tegas Athian.
Athian mengaku pernah berdiskusi dengan Ba'asyir mengenai aksi terorisme. Dalam kesempatan itu Ba'asyir dengan tegas sangat tidak setuju dengan aksi terorisme. "Beliau jelas-jelas mengecam tindakan terorisme," ungkap Athan.
Ba,asyir ditangkap anggota Densus 88 Mabes Polri di Kota Banjar, Ciamis, dinihari tadi. Saat itu Ba'asyir sedang dalam perjalanan dari Bandung menuju Solo bersama istri dan tiga orang lainnya.
Sebelumnya, Ba'asyir memang mengisi pengajian di Masjid Ikhwanul Qarib, Jalan Babakan Priangan, Kota Bandung, Jumat (6/8/2010) malam. Sempat beredar kabar, pengajian Ba'asyir yang dihadiri sekitar 500 orang itu akan dibubarkan kelompok massa tertentu. Namun sampai acara pengajian itu berakhir, isu tersebut tidak terbukti.
Ba'asyir terbilang cukup sering menjadi penceramah di beberapa masjid di Bandung. Tempat-tempat yang menjadi lokasi ceramah Ba'asyir antara lain, Masjid Istiqomah dan Masjid Al Fajr.
TPM: Polisi Pecahkan Kaca Mobil Saat Tangkap Ba'asyir
Polisi dinilai bertindak berlebihan saat hendak menangkap Amir Jamaah Ansorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir. Polisi sampai memecahkan kaca mobil yang ditumpangi Ba'asyir. "Kaca depan mobil Ba'asyir dipecahkan kemudian dibawa ke Jakarta," kata Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradata di Mabes Polri, Senin (9/8/2010).
Ba'asyir ditangkap pada pukul 08.00 WIB, dalam perjalanan dari Tasikmalaya, Jawa Barat menuju Solo, Jawa Tengah. Ikut ditangkap 5 pengawal Ba'asyir yang dinilai menghalang-halangi penangkapan.
Sementara itu Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi menegaskan tindakan itu merupakan bagian dari proses penangkapan. "Itu teknis penangkapan," terang Ito di Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakpus.
JAT Kecam Cara Polisi Menangkap Ba'asyir
Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) mengecam keras cara polisi menangkap Ba'asyir di tengah perjalanan. Cara tersebut disebut sebagai cara yang kasar. Apalagi di dalam mobil yang ditumpangi Ba'asyir terdapat dua perempuan tua yang kelelahan karena perjalanan jauh dan tidak tahu-menahu dengan persoalan yang terjadi.
Dalam jumpa pers di kantor pusat JAT di Cemani, Grogol, Sukoharjo, JAT mengecam keras tindakan polisi dalam melakukan penangkapan Ba'asyir. Sekretaris JAT, Abdurrahman, selaku juru bicara mengatakan Ba'asyir bukanlah seorang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sehingga tidak perlu diperlakukan secara paksa dengan ditangkap di perjalanan.
"Cara-cara penangkapan seorang ulama sepuh seperti Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dan dilakukan di jalanan tanpa kejelasan kesalahan beliau merupakan cara-cara biadab dan kasar," ujar Abdurrahman, Senin (9/8/2010).
Mereka juga mengecam tindakan polisi itu karena di dalam kendaraan terdapat wanita-wanita yang sudah tua dan kelelahan dalam perjalanan berkendaraan darat yang jauh.
Lebih lanjut JAT menduga penangkapan tersebut tak lepas dari upaya pengalihan isu terhadap berbagai kasus yang menimpa polisi. Karenanya JAT mendesak agar Ba'asyir dan semua yang berada di dalam mobil saat penangkapan segera dibebaskan tanpa syarat. Karena hingga saat ini kesemuanya masih belum diketahui keberadaannya.
Dalam jumpa pers tersebut, Abdurrachman didampingi oleh Afif Abdul Majid (pimpinan JAT Jateng), Sholeh Ibrahim (pimpinan JAT Surakarta) dan Abdurrachim (anak kandung Ba'asyir).
Sumber : http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/15334/FPI-Dalang-Teroris-Aceh-Desertir-Brimob-Bukan-Ba-asyir.jp