Dua dedengkot Partai Golkar yakni Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) dan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto harus berurusan dengan pihak berwenang. Keduanya dilaporkan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Departemen Keuangan dan Mabes Polri, Senin (15/2).
Setya Novanto yang juga Bendahara Partai Golkar dituding oleh Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) terlibat dalam tindak pidana menerima dan menjual beras impor selundupan dan mengemplang pajak senilai Rp 122 miliar.
"Kami melaporkan saudara Setya Novanto dan Gordianus Setyo Lelono karena melakukan tindak pidana," ujar kuasa hukum Inkud, Handika Honggowongso, usai melapor di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta.
Setya Novanto sendiri bertindak selaku Komisaris Utama PT Hexatama Finindo dilaporkan bersama dengan Gordianus Setyo Lelono yang merupakan Direktur Utama-nya.
"Kemudian karena ada kerugian dari pihak Inkud maka kami juga mengadukan yang bersangkutan atas tindak pidana penggelapan dan penipuan," jelas Handika.
Handika menerangkan, hasil penjualan beras selundupan tersebut ditampung di rekening PT Hexatama Finindo di Bank Mandiri dengan total jumlahnya 12 juta dolar AS. Sementara, lanjut Handika, untuk pajak dan bea masuk serta denda yang belum dibayarkan sebanyak kurang lebih Rp 122 miliar.
Terkait kasus ini, pihak Inkud meminta agar Idrus Marham diperiksa sebagai saksi. Ketua Pansus Angket Century itu dianggap mengetahui proses penjualan beras selundupan tersebut sejak awal sampai akhir. "Yang bersangkutan tahu ke mana hasil penjualan beras tersebut," terangnya.
Kasus hukum yang hampir sama juga melilit Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. ICW menemukan selisih pajak lebih rendah 1,060 dolar AS miliar dalam laporan keuangan salah satu perusahaan Grup Bakrie tersebut.
"Kita mencoba menghitung ulang, dengan bekerja sama dengan praktisi pajak dan lembaga pemerhati batu bara. Terdapat temuan yang lebih rendah atau understate 1,061 miliar dolar AS," terang anggota ICW Firdaus Ilyas, di kantor Depkeu, Jakarta.
Temuan selisih pajak yang cukup besar ini didasarkan atas laporan keuangan perusahaan tahun 2003-2008. Ini masih ditambah dugaan kerugian pajak yang harus dibebankan kepada pemerintah dalam periode lima tahun mencapai 477 juta dolar AS.
Selain selisih yang mencapai 1,060 miliar dolar AS dan kerugian pajak yang seharusnya masuk kas negara sebesar 477 juta dolar AS, terdapat pula selisih royalti atas batu bara (BHPB) dengan jumlah mencapai 143 juta dolar AS. Hingga secara akumulasi, kerugian yang ditelan pemerintah sebesar 1,680 miliar dolar AS.
ICW menyakini bahwa temuan itu cukup valid, karena bersumber dari data primer. Dari data laporan keuangan BUMI, seluruh laporan tahunan ditemukan selisih pajak yang lebih rendah. Hanya pada laporan keuangan tahun 2005, yang jumlahnya sama persis atau dikategorikan valid.
"Seluruh data, termasuk dihitung dari data penjualan batu bara dan per masing-masing kategori, semua understate. Jika dari pidana pajak, dugaan ini cukup kuat," katanya.
Ditambahkannya, jika benar manajemen BUMI tetap ngotot membawa kasus penyalahgunaan pajak ke pengadilan, maka negara dimungkinkan mendapat pemasukan yang jauh lebih besar. Sesuai peraturan pidana pajak, maka perusahaan yang bersangkutan wajib membayar pokok pajak ditambah denda empat kali lipat.
"Akan jauh lebih besar. Bisa lima kali lipat. Kami yakin data ini conficende, asalkan jangan ada main dengan mafia peradilan saja," imbuhnya.
Tangkap
Di bagian lain, Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi mengemukakan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan telah meminta Polri untuk menangkap orang asing yang diduga terlibat kasus pengemplangan pajak. Orang asing itu merupakan konsultan di sebuah perusahaan dalam negeri.
"Adanya permintaan dari pihak pajak terkait adanya keterlibatan orang asing untuk penangkapannya. Oleh karena itu kita harus menempuh kerja sama dengan pihak kedutaan besar dan Kementerian Luar Negeri," ungkap Ito. Ditanya apa nama perusahaan tersebut, Ito tak mau mejawab. "Adalah..," elaknya.
Sebelumnya, Ditjen Pajak telah merilis 10 perusahaan penunggak pajak. Perusahaan tersebut adalah Pertamina (Persero), Karaha Bodas Company LLC, Industri Pulp Lestari, BPPN, Kalimanis Plywood Industries, Bakrie Investindo, Bentala Kartika Abadi, Daya Guna Samudra Tbk, Kaltim Prima Coal dan Merpati Nusantara Airlines.
Untuk kesepuluh perusahaan tersebut, Polri bersama Ditjen Pajak masih mengkaji apakah ada unsur tindak pidana yang dilakukan. Polri, kata Ito, hanya menindaklanjuti pelanggaran pajak yang ditetapkan Ditjen Pajak. "Kita tetap mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu. Jangan sampai ada perbedaan penafsiran hukum," jelas Ito.
Terkait kasus pengemplangan pajak, juru bicara Bakrie, Lalu Mara telah membantah isu yang menyebutkan Aburizal Bakrie maupun perusahaannya mengemplang pajak. Ical dan perusahaan Bakrie termasuk perusahaan publik di mana laporan keuangannya setiap empat atau enam bulan dan setahun diumumkan secara terbuka.
http://www.harianjoglosemar.com/berita/bos-golkar-dipidanakan-9628.html