Ketika berbelanja di toko atau swalayan, sering ditemui uang receh kembalian yang seharusnya hak konsumen diberikan oleh penjual dalam bentuk permen. Kini, konsumen bisa melaporkan hal itu ke pihak berwajib, karena kasus semacam ini bisa diseret ke ranah pidana.
Direktur Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Radu M. Sembiring mengatakan, berdasarkan UU Bank Indonesia (BI) disebutkan, semua transaksi yang berada di wilayah Indonesia harus menggunakan rupiah, sekecil apa pun transaksinya.
Menurutnya, pengembalian berupa permen saat transaksi di toko ritel merupakan bagian dari pelanggaran pidana.
"Itu (pengembalian permen, red) sudah pidana," kata Radu, Jumat (12/2).
Sayangnya, jelas Radu, sebagian besar konsumen di Indonesia tidak terlalu sadar mengenai masalah ini dan cenderung menyepelekan, padahal hal itu merupakan hak konsumen. Ini berbeda dengan yang terjadi di beberapa negara, di mana konsumennya sudah terdidik soal hak, bukan hanya berbicara soal nilai uangnya.
Akibat kebiasaan konsumen yang menyepelekan itu, lanjutnya, sanksi pidana bagi peritel tak berjalan efektif. Padahal, hukum di tanah air bisa diterapkan jika memang konsumen mau melapor. Oleh karena itu, Radu mengajak kepada konsumen yang mendapatkan alat tukar kembalian berupa permen atau bahkan tak memperoleh uang kembalian, untuk melaporkan kasus itu ke Kementerian Perdagangan atau aparat kepolisian.
Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta berdalih, kasus pengembalian dengan permen terjadi karena minimnya uang receh pada pengelola toko ritel. Menurutnya, meski sudah ada kesepakatan dengan BI, tetapi bank pelaksana dinilai masih kesulitan memastikan pasokan/ketersediaan uang receh untuk kembalian tersebut.
"Kesulitannya masih pada ketersediaan uang receh tersebut," jelas Tutum.
Diakuinya, tak ada niat bagi pengusaha toko ritel untuk menarik keuntungan dengan mengambil secara sepihak uang kembalian konsumen. Terkadang uang kembalian yang tidak diterima konsumen hanya diambil petugas kasir.
"Atau juga kita tawarkan ke konsumen untuk disumbangkan ke badan-badan sosial. Kita memberikan pilihan kepada konsumen. Kalau tidak, kita kembalikan uang lebih," katanya.
Sementara Ketua Aprindo Jatim, Abraham Ibnu mengakui, sejak Desember 2009 lalu, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pimpinan BI di Surabaya terkait permintaan penyediaan uang receh bagi peritel.
"BI Surabaya menyanggupi untuk menyediakan uang receh. Hanya saja kadang mereka juga harus melihat kondisi peredaran uang kecil saat itu," tuturnya.
Kata Abraham, di Jatim diperkirakan jumlah uang kecil/receh yang beredar mencapai Rp 1 triliun. Jika separuhnya saja dialokasikan untuk peritel, hal itu akan mengganggu peredaran uang. Namun BI tetap menyediakan uang receh untuk peritel, dengan meminta laporan terjadwal mengenai jumlah uang yang dibutuhkan setiap pekan.
Menurut Abraham, di Surabaya dan Malang saja, kebutuhan uang receh bagi peritel untuk menyiapkan kembalian konsumen saat ini mencapai sekitar Rp 2 miliar per hari. Dengan melihat angka itu, ia menjamin jika BI mau menyediakannya tak akan mengganggu peredaran uang kecil di Jatim.
"Jumlah itu mencakup sekitar 400 toko ritel baik jenis minimarket, supermarket hingga hipermarket," jelas Abraham.
Aprindo Jatim selama ini memang telah melakukan sosialisasi ke seluruh peritel untuk mengajukan permintaan ke BI, dan itu sudah dilakukan sebagian besar peritel. "Tapi kalau memang konsumen masih menjumpai kembalian berupa permen, silakan melapor dan kita akan menegurnya selain akan ditindaklanjuti oleh pihak berwajib," tegasnya.
Corporate Affair Director PT Carrefour Indonesia, Irawan D. Kadarman membantah jika Carrefour menggunakan permen sebagai alat tukar untuk uang kembalian. Carrefour lebih memilih membulatkan harga produk yang mereka jual jika kembaliannya tidak bulat atau membutuhkan recehan kecil.
"Pembulatannya tergantung harga produk. Entah itu pembulatan ke atas atau ke bawah, yang penting tidak merugikan konsumen," tuturnya.
Irawan mengungkapkan, memang sulit mendapatkan uang receh. Tapi, kata dia, untuk memenuhi kebutuhan uang koin, pihaknya mencari dengan berbagai cara, mulai dengan menukarkannya ke bank hingga menukar ke SPBU.