Komik Amerika sukses merebut pasar dunia. Nama-nama superhero ataupun karakter tokohnya dikenal oleh berbagai tingkat usia. Indonesia boleh bangga karena salah satu ilustratornya adalah salah satu putra bangsa. Siapa dia?
Siapa yang tidak kenal karakter robot di film Transformers. Pada awal 2009, sekuel film peperangan antarrobot itu sukses meraup keuntungan ratusan juta dolar. Beberapa bulan kemudian, Hollywood merilis film GI JOE: sebuah film pertarungan tim elite AS dengan tim elite dari sindikat kejahatan internasional. Nah, Transformers dan GI JOE diadaptasi dari komik yang laris di dunia.
Jika bicara komik, tentu salah satu daya tarik pembaca adalah kualitas gambar. Siapa yang menyangka bahwa salah seorang ilustrator di antara sekian banyak edisi komik Transformers dan GI JOE adalah orang Indonesia.
Christiawan Lie, pria kelahiran Bandung 5 September 1974, adalah ilustrator komik Indonesia yang berhasil menembus persaingan komik-komik dunia.
''GI JOE itu karya pertama saya," kata Chris Lie -nama beken Christiawan Lie- saat ditemui JPNN di Caravan Studio, bengkel komik yang dia dirikan pada 2008. Caravan Studio terletak di kompleks apartemen Mediterania Garden, Jakarta. Chris bersama tujuh orang stafnya bekerja setiap hari menyelesai
kan sejumlah proyek komik dan ilustrasi untuk dipasarkan ke seluruh dunia. "Moto di sini adalah get income from comic. Kami tidak bekerja yang lain," ujar suami Reni Setia Dharma itu.
Berangkat dari hobi, Chris termotivasi untuk menjadi ilustrator komik. Itu yang membuat Chris rela meninggalkan dunianya sebagai seorang arsitek. Padahal, saat lulus pada 1997 dari Institut Teknologi Bandung, Chris adalah salah seorang wisudawan terbaik yang meraih cum laude. "Saya bersama empat orang teman kemudian buat komik. Buatnya malam, siang kerja sebagai arsitek," tutur Chris.
Komik yang pertama dibuat berjudul Katalis. Setelah itu, secara beruntun lahir komik berjudul Amoeba, Petualangan Ozzie, serta belasan buku lain yang dikenal di komunitas komik Bandung. Chris bersama empat temannya memasarkan sendiri komik-komik hasil jerih payah mereka. "Cetak sendiri, disalurkan ke Gramedia sendiri. Waktu itu sudah niat serius," ujarnya.
Usaha mereka tidak sia-sia. Penerbit Mizan dan Elex Media Komputindo kemudian tertarik pada hasil karya mereka. Lima sekawan itu kemudian diminta untuk mengisi ilustrasi kisah-kisah nabi terbitan Mizan. Ada sekitar 40 judul yang dikerjakan. Untuk membantu pengerjaan ilustrasi, lantas jumlah staf ditambah, menjadi sebelas orang. "Kami waktu itu buat komik nabi, komik poster, banyak sampai nggak terhitung," lanjutnya.
Kerja sama dengan Mizan dan Elex hanya berlangsung tiga tahun. Meski pekerjaan berlangsung lancar, penghasilan yang didapat ternyata tidak seimbang. "Kami memang bisa menggaji staf, namun kami ternyata tidak bisa menggaji diri sendiri," kenangnya.
Kegalauan itu membuat kerja sama pembuatan komik tersebut berakhir. Chris bersama empat temannya sepakat mengambil jalan hidup masing-masing. Pria yang pernah mengenyam bangku sekolah di Solo, Jawa Tengah, itu akhirnya melanjutkan kerja arsitek. "Namun, saya masih ingin buat komik. Sambil kerja, saya nglamar beasiswa," ujarnya. Pada 2003, beasiswa yang ditunggu-tunggu itu tiba. Chris akhirnya mendapatkan beasiswa penuh dari Fullbright Scholarship untuk melanjutkan program master di Savannah College of Art and Design, Savannah, Amerika Serikat. Jurusan yang diambil adalah master di bidang sequential art. "Sederhananya, saya ambil jurusan komik," tuturnya.
Beasiswa yang didapat adalah biaya kuliah penuh selama dua tahun. Pada pertengahan masa kuliah, kampus Savannah memberikan program kepada mahasiswanya untuk magang. Pilihannya, bisa magang di internal kampus atau di perusahaan. Chris memilih magang di perusahaan. Dia diterima magang pada November-Desember 2004 di Devil's Due Publishing (DDP), Chicago.
"Boleh dibilang, saya beruntung bisa magang di DDP," kenangnya. Sebab, tidak mudah mendapatkan akses magang di perusahaan komik. Untungnya, salah seorang kolega Chris bekerja di gedung yang ditempati DDP. "Untuk masuk ke situ, kita harus pakai akses kartu khusus," katanya.
Chris ketika itu diajak masuk temannya yang kini berprofesi sebagai animator game tiga dimensi itu. "Kesempatan itulah yang saya gunakan untuk mengajukan aplikasi," ujarnya. Aplikasi yang diajukan pada Juni 2004 tersebut akhirnya diterima lima bulan kemudian.
Magang di DDP adalah awal karir Chris. Mulanya, Chris sama dengan anak magang lain. Tidak dipercaya mengerjakan gambar. Dia hanya diminta untuk melakukan kerja-kerja layaknya seorang karyawan kantor. "Awalnya, kerja saya cuma fotokopi, antar dokumen. Kalaupun gambar, tidak pernah dipakai," tuturnya.
Namun, keberuntungan tetap menaungi Chris. Perusahaan Hasbro, tempat GI JOE dan Transformers bernaung, memberikan tawaran kepada DDP untuk membuat proyek action figure. Mainan tokoh yang diminta adalah tiga tokoh GI JOE. "Saya diminta ikut. Eh, ternyata gambar saya yang dipilih," tutur Chris, bangga.