Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menegaskan bahwa keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tetap dibutuhkan untuk menjamin tegaknya peraturan daerah.
Usai menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi DPR Seluruh Indonesia (ASDPI) di Istana Negara di Jakarta Jumat, Gamawan mengatakan, pembubaran Satpol PP justru akan menimbulkan masalah baru bila tidak ada unsur yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban pemerintah daerah.
"Saya kira akan menimbulkan masalah baru, tidak layak kalau ini dibubarkan. Tetap dibutuhkan, kalau tidak nanti daerah jadi kacau," katanya.
Menurut dia, Satpol PP tetap dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk menertibkan iklan liar atau menjaga agar pedagang kaki lima tidak memasuki jalan protokol.
Keberadaan Satpol PP, lanjut Gamawan, jelas-jelas diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 148 dan 149 yang fungsinya untuk mewujudkan ketertiban dan ketenteraman serta menegakkan peraturan daerah.
Mendagri membantah bila selama ini pemerintah daerah merekrut anggota Satpol PP dari kalangan preman.
Menurut dia, persyaratan menjadi Satpol PP diatur oleh Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 diantaranya adalah harus berusia 21 tahun dan berpendidikan minimal SLTA.
Dalam menjalankan tugasnya pun Satpol PP diatur tidak boleh menyalahi hukum.
"Kalau sekarang diminta untuk membubarkan Satpol PP saya kira nanti siapa yang akan menegakkan peraturan daerah untuk melakukan penertiban mewujudkan ketenteraman masyarakat di provinsi," tutur Gamawan.
Apabila terdapat kekurangan dalam manajemen Satpol PP, lanjut dia, maka yang harus dilakukan adalah pembenahan.
Menurut Gamawan, pembinaan umum Satpol PP dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara. Sedangkan pembinaan operasional dan teknis dilakukan oleh jajaran pemerintah daerah mulai dari Gubernur hingga bupati/walikota.
Mendagri mengatakan saat ini pihaknya sedang sungguh-sungguh melakukan evaluasi terhadap Satpol PP. Namun tak diperlukan lagi panduan khusus dari Kementerian Dalam Negeri karena pada Januari baru saja dikeluarkan PP No.6 Tahun 2010.
"Kita akan tindaklanjuti lagi dalam bentuk peraturan menteri dengan masukan-masukan seperti kemampuan, pembekalan, bagaimana menghadapi psikologi massa, mungkin sampai saat ini penggunaannya tidak maksimal," jelasnya.
Namun meski menurut UU Satpol PP boleh dipersenjatai, Gamawan mengatakan, lebih baik pelaksanaannya ditunda terlebih dahulu.
"Itu UU mengatakan boleh dipersenjatai tetapi kalau praktiknya ini nanti dulu, saya cenderung ini ditunda. Kita masih hati-hati untuk ini. Untung kemarin tidak dipersenjatai," demikian Gamawan. ( Antara News )
Usai menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi DPR Seluruh Indonesia (ASDPI) di Istana Negara di Jakarta Jumat, Gamawan mengatakan, pembubaran Satpol PP justru akan menimbulkan masalah baru bila tidak ada unsur yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban pemerintah daerah.
"Saya kira akan menimbulkan masalah baru, tidak layak kalau ini dibubarkan. Tetap dibutuhkan, kalau tidak nanti daerah jadi kacau," katanya.
Menurut dia, Satpol PP tetap dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk menertibkan iklan liar atau menjaga agar pedagang kaki lima tidak memasuki jalan protokol.
Keberadaan Satpol PP, lanjut Gamawan, jelas-jelas diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 148 dan 149 yang fungsinya untuk mewujudkan ketertiban dan ketenteraman serta menegakkan peraturan daerah.
Mendagri membantah bila selama ini pemerintah daerah merekrut anggota Satpol PP dari kalangan preman.
Menurut dia, persyaratan menjadi Satpol PP diatur oleh Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 diantaranya adalah harus berusia 21 tahun dan berpendidikan minimal SLTA.
Dalam menjalankan tugasnya pun Satpol PP diatur tidak boleh menyalahi hukum.
"Kalau sekarang diminta untuk membubarkan Satpol PP saya kira nanti siapa yang akan menegakkan peraturan daerah untuk melakukan penertiban mewujudkan ketenteraman masyarakat di provinsi," tutur Gamawan.
Apabila terdapat kekurangan dalam manajemen Satpol PP, lanjut dia, maka yang harus dilakukan adalah pembenahan.
Menurut Gamawan, pembinaan umum Satpol PP dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara. Sedangkan pembinaan operasional dan teknis dilakukan oleh jajaran pemerintah daerah mulai dari Gubernur hingga bupati/walikota.
Mendagri mengatakan saat ini pihaknya sedang sungguh-sungguh melakukan evaluasi terhadap Satpol PP. Namun tak diperlukan lagi panduan khusus dari Kementerian Dalam Negeri karena pada Januari baru saja dikeluarkan PP No.6 Tahun 2010.
"Kita akan tindaklanjuti lagi dalam bentuk peraturan menteri dengan masukan-masukan seperti kemampuan, pembekalan, bagaimana menghadapi psikologi massa, mungkin sampai saat ini penggunaannya tidak maksimal," jelasnya.
Namun meski menurut UU Satpol PP boleh dipersenjatai, Gamawan mengatakan, lebih baik pelaksanaannya ditunda terlebih dahulu.
"Itu UU mengatakan boleh dipersenjatai tetapi kalau praktiknya ini nanti dulu, saya cenderung ini ditunda. Kita masih hati-hati untuk ini. Untung kemarin tidak dipersenjatai," demikian Gamawan. ( Antara News )